VALIDITAS DAN RELIABILITAS
A. Validitas
1. Pengertian Validitas
Menurut Azwar (1986) Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai
arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan
fungsi ukurnya.
Suatu skala atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas
yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau
memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran
tersebut. Sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan data
yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran.
Terkandung di sini pengertian bahwa ketepatan validitas pada suatu alat
ukur tergantung pada kemampuan alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran
yang dikehendaki dengan tepat. Suatu tes yang dimaksudkan untuk mengukur
variabel A dan kemudian memberikan hasil pengukuran mengenai variabel A,
dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas tinggi. Suatu tes yang
dimaksudkan mengukur variabel A akan tetapi menghasilkan data mengenai variabel
A’ atau bahkan B, dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas rendah
untuk mengukur variabel A dan tinggi validitasnya untuk mengukur variabel A’
atau B (Azwar 1986).
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrumen. Prinsif validitas adalah pengukuran atau pengamatan
yang berarti prinsif keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen
harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Jadi validitas lebih
menekankan pada alat pengukuran atau pengamatan.
Sedangkan Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan
bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali – kali dalam
waktu yang berlainan. Alat dan cara mengukur atau mengamati sama – sama
memegang peranan penting dalam waktu yang bersamaan. Dalam penelitian
keperawatan, walaupun sudah ada beberapa pertanyaan (kuisioner) yang sudah
distandarisasi baik nasional maupun internasional ,peneliti harus tetap
menyeleksi instrumen yang dipilih dengan mempertimbangkan keadaan sosial budaya
dari area penelitian ( Nursalam, 2003 : 108 ).
Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran.
Suatu alat ukur yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan
tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut.
Cermat berarti bahwa pengukuran itu dapat memberikan gambran mengenai
perbedaan yang sekecil-kecilnya mengenai perbedaan yang satu dengan yang lain.
Sebagai contoh, dalam bidang pengukuran aspek fisik, bila kita hendak
mengetahui berat sebuah cincin emas maka kita harus menggunakan alat penimbang
berat emas agar hasil penimbangannya valid, yaitu tepat dan cermat. Sebuah alat
penimbang badan memang mengukur berat, akan tetapi tidaklah cukup cermat guna
menimbang berat cincin emas karena perbedaan berat yang sangat kecil pada berat
emas itu tidak akan terlihat pada alat ukur berat badan.
Menggunakan alat ukur yang dimaksudkan untuk mengukur suatu aspek
tertentu akan tetapi tidak dapat memberikan hasil ukur yang cermat dan teliti
akan menimbulkan kesalahan atau eror. Alat ukur yang valid akan memiliki
tingkat kesalahan yang kecil sehingga angka yang dihasilkannya dapat dipercaya
sebagai angka yang sebenarnya atau angka yang mendekati keadaan yang sebenarnya
(Azwar 1986).
Pengertian validitas juga sangat erat berkaitan dengan tujuan
pengukuran. Oleh karena itu, tidak ada validitas yang berlaku umum untuk semua
tujuan pengukuran. Suatu alat ukur biasanya hanya merupakan ukuran yang valid
untuk satu tujuan yang spesifik. Dengan demikian, anggapan valid seperti
dinyatakan dalam “alat ukur ini valid” adalah kurang lengkap. Pernyataan valid
tersebut harus diikuti oleh keterangan yang menunjuk kepada tujuan (yaitu valid
untuk mengukur apa), serta valid bagi kelompok subjek yang mana? (Azwar 1986)
Pengertian validitas menurut Walizer (1987) adalah tingkaat kesesuaian
antara suatu batasan konseptual yang diberikan dengan bantuan operasional yang
telah dikembangkan. Menurut Aritonang R. (2007) validitas suatu instrumen
berkaitan dengan kemampuan instrument itu untuk mengukur atu mengungkap
karakteristik dari variabel yang dimaksudkan untuk diukur. Instrumen yang
dimaksudkan untuk mengukur sikap konsumen terhadap suatu iklan, misalnya, harus
dapat menghasilkan skor sikap yang memang menunjukkan sikap konsumen terhadap
iklan tersebut. Jadi, jangan sampai hasil yang diperoleh adalah skor yang
menunjukkan minat konsumen terhadap iklan itu.
Validitas suatu instrumen banyak dijelaskan dalam konteks penelitian
sosial yang variabelnya tidak dapat diamati secara langsung, seperti sikap,
minat, persepsi, motivasi, dan lain sebagainya. Untuk mengukur variabel yang
demikian sulit, untuk mengembangkan instrumen yang memiliki validitas yang
tinggi karena karakteristik yang akan diukur dari variabel yang demikian tidak
dapat diobservasi secara langsung, tetapi hanya melalui indikator (petunjuk tak
langsung) tertentu. (Aritonang R. 2007)
Menurut Masri Singarimbun, validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Bila seseorang ingin mengukur
berat suatu benda, maka dia harus menggunakan timbangan. Timbangan adalah alat
pengukur yang valid bila dipakai untuk mengukur berat, karena timbangan memang
mengukur berat. Bila panjang sesuatu benda yang ingin diukur, maka dia harus
menggunakan meteran. Meteran adalah alat pengukur yang valid bila digunakan
untuk mengukur panjang, karena memang meteran mengukur panjang. Tetapi
timbangan bukanlah alat pengukur yang valid bilamana digunakan untuk mengukur
panjang.
Sekiranya penelliti menggunakan kuesioner di dalam pengumpulan data
penelitian, maka kuesioner yang disusunnya harus mengukur apa yang ingin
diukurnya. Setelah kuesioner tersebut tersusun dan teruji validitasnya, dalam
praktek belum tentu data yang dikumpulkan adalah data yang valid. Banyak
hal-hal lain yang akan mengurangi validitas data; misalnya apakah si
pewawancara yang mengumpulkan data betul-betul mengikuti petunjuk yang telah
ditetapkan dalam kuesioner. (Masri Singarimbun)
Menurut Suharsimi Arikunto, validitas adalah keadaan yang menggambarkan
tingkat instrumen bersangkutan yang mampu mengukur apa yang akan diukur.
Menurut Soetarlinah Sukadji, validitas adalah derajat yang menyatakan
suatu tes mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas suatu tes tidak begitu
saja melekat pada tes itu sendiri, tapi tergantung penggunaan dan subyeknya.
2. Jenis-jenis Validitas
Ebel
(dalam Nazirz 1988) membagi validitas menjadi :
•
Concurrent
Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan
kinerja.
•
Construct
Validity adalah validitas yang berkenaan dengan kualitas aspek psikologis apa
yang diukur oleh suatu pengukuran serta terdapat evaluasi bahwa suatu konstruk
tertentu dapat menyebabkan kinerja yang baik dalam pengukuran.
•
Face
Validity adalah validitas yang berhuubungan apa yang nampak dalam mengukur
sesuatu dan bukan terhadap apa yang seharusnya hendak diukur.
•
Factorial
Validity dari sebuah alat ukur adalah korelasi antara alat ukur dengan
faktor-faktor yang bersamaan dalam suatu kelompok atau ukuran-ukuran perilaku
lainnya, di mana validitas ini diperoleh dengan menggunakan teknik analisis
faktor.
•
Empirical
Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan
suatu kriteria. Kriteria tersebut adalah ukuran yang bebas dan langsung dengan
apa yang ingin diramalkan oleh pengukuran.
•
Intrinsic
Validity adalah validitas yang berkenaan dengan penggunaan teknik uji coba
untuk memperoleh bukti kuantitatif dan objektif untuk mendukung bhwa suatu alat
ukur benar-benar mengukur apa yang seharusny diukur.
•
Predictive
Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor suatu alat
ukur dengan kinerj seorang di msa mendatang.
•
Content
Validity adalah validitas yang berkenaan dengan baik buruknya sampling dari
suatu populasi.
•
Curricular
Validity adalah validitas yang ditentukan dengan cara menilik isi dari
pengukuran dan menilai seberapa jauh pungukuran tersebut merupakan alat ukur
yang benar-benar mengukur aspek-aspek sesuai dengan tujuan instruksional.
Sementara
itu, Kerlinger (1990) membagi validitas menjadi tiga yaitu:
•
Content
validity (Validitas isi) adalah validitas yang diperhitungkan melalui pengujian
terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional. Pertanyaan yang dicari
jawabannya dalam validitas ini adalah “sejauh mana item-item dalam suatu alat
ukur mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur oleh alat ukur yang
bersangkutan?” atau berhubungan dengan representasi dari keseluruhan kawasan.
Validitas isi suatu instrumen berkaitan dengan kesesuaian antara
karakteristik dari variaabel yang dirumuskan pada definisi konseptual dan
operasionalnya. Apabila semua karakteristik variabel yang dirumuskan pada
definisi konseptualnya dapat diungkap melalui butir-butir suatu instrument,
maka instrument itu dinyatakan memiliki validitas isi yang baik. Sayangnya, hal
itu mungkin tidak akan pernah tercapai karena sulitnya untuk mendefinisikan
keseluruhan karakteristik itu. Selain itu, dari seluruh karakteristik yang
dirumuskan pada definisi konseptual suatu variabel seringkali sulit untuk
mengembangkan butir-butir yang valid untuk mengungkap atau mengukurnya.
Validitas isi dapat dianalisis dengan cara memperhatikan penampakan luar
dari instrument dan dengan menganalisis kesesuaian butir-butirnya dengan
karakteristik yang dirumuskan pada definisi konseptual variabel yang diukur.
Validitas yang dianalisis dengan memperhatikan penampilan luar instrument itu
disebut validitas tampang (face validity). Validitas tampang dievaluasi dengan
membaca dan menyelidiki butir-butir instrument serta sekaligus membandingkannya
dengan definisi konseptual mengenai variabel yang akan diukur. Validitas yang
dianalisis dengan memperhatikan kerepresentativan butir-butir instrument
disebut validitas penyampelan (sampling validity) atau kuikulum (curriculum
validity). Validitas tampang maupun penyampelan disebut juga sebagai validitas
teoritis karena penganalisisannya lazim dilakukan tanpa didasarkan pada data
empiris. Alat yang digunakan untuk menganalisis validitas itu adalah logika
dari orang yang menganalisisnya.
Menurut Saifuddin Azwar, validitas isi merupakan validitas yang
diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat
professional judgement. Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validitas ini
adalah ”sejauh mana item-item dalam tes mencakup keseluruhan kawasan ini
(dengan catatan tidak keluar dari batasan tujuan ukur) objek yang hendak
diukur” atau ”sejauh mana isi tes mencerminkan ciri atribut yang hendak
diukur”.
Selanjutnya,
validitas isi terbagi lagi menjadi dua tipe (Saifuddin Azwar), yaitu:
1. Face Validity (Validitas Muka) adalah tipe
validitas yang paling rendah signifikansinya karena hanya didasarkan pada
penilaian selintas mengenai isi alat ukur. Apabila isi alat ukur telah tampak
sesuai dengan apa yang ingin diukur maka dapat dikatakan maka validitas muka
telah terpenuhi.
2. Logical Validity (Validitas Logis) disebut
juga sebagai Validitas Sampling (Sampling Validity) adalah validitas yang
menunjuk pada sejauh mana isi alat ukur merupakan representasi dari aspek yang
hendak diukur.
Validitas
logis sangat penting peranannya dalam penyusunan prestasi dan penyusunan skala,
yaitu dengan memanfaatkan blue-print atu table spesifikasi.
•
Construct
validity (Validitas konstruk) adalah tipe validitas yang menunjukkan sejauh
mana alat ukur mengungkap suatu trait atau konstruk teoritis yang hendak
diukurnya. (Allen & Yen, dalam Azwar 1986).
•
Pengujian
validitas konstruk merupakan prosesyang terus berlanjut sejalan dengan
perkembangan konsep mengenai trait yang diukur.
•
Menurut
Saifuddin Azwar, validitas konstruk adalah seberapa besar derajat tes mengukur
hipotesis yang dikehendaki untuk diukur. Konstruk adalah perangai yang tidak
dapat diamati, yang menjelaskan perilaku. Menguji validitas konstruk mencakup
uji hipotesis yang dideduksi dari suatu teori yang mengajukan konstruk
tersebut.
•
Criterion-related
validity (Validitas berdasar kriteria). Validitas ini menghendaki tersedianya
criteria eksternal yang dapat dijadikan dasar pengujian skor alat ukur. Suatu
kriteria adalah variabel perilaku yang akan diprediksi oleh skor alat ukur.
Dilihat dari segi waktu untuk memperoleh skor kriterianya, prosedur
validasi berdasar kriteria menghasilkan dua macam validitas (Saifuddinn Azwar),
yaitu:
1. Validitas Prediktif. Validitas Prediktif
sangat penting artinya bila alat ukur dimaksudkan untuk berfungsi sebagai
predictor bagi kinerja di masa yang akan datang. Contoh situasi yang
menghendaki adanya prediksi kinerja ini antara lain adalah dalam bimbingan
karir; seleksi mahasiswa baru, penempatan karyawan, dan semacamnya.
Menurut Saifuddin Azwar, validitas prediktif
adalah seberapa besar derajat tes berhasil memprediksi kesuksesan seseorang
pada situasi yang akan datang. Validitas prediktif ditentukan dengan
mengungkapkan hubungan antara skor tes dengan hasil tes atau ukuran lain
kesuksesan dalam satu situasi sasaran.
2. Validitas Konkuren. Apabila skor alat ukur
dan skor kriterianya dapat diperoleh dalam waktu yang sama, maka korelasi
antara kedua skor termaksud merupakan koefisien validitas konkuren.
Menurut Saifuddin Azwar, validitas ini menunjukkan
seberapa besar derajat skor tes berkorelasi dengan skor yang diperoleh dari tes
lain yang sudah mantap, bila disajikan pada saat yang sama, atau dibandingkan
dengan criteria lain yang valid yang diperoleh pada saat yang sama.
Asosiasi Psikologi Amerika (APA) (1974; dalam Anastasia, 1982)
membedakan tiga tipe validitas, yaitu validitas isi, yang dikaitkan dengan
criteria, dan konnstrak. Ketiga tipe validitas tersebut dapat diuji dengan dan
atau tanpa menggunakan instrument yang telah teruji validitas maupun
reabilitasnya.
B. Reliabilitas
1. Pengertian Reliabilitas
Walizer (1987) menyebutkan pengertian Reliability (Reliabilitas) adalah
keajegan pengukuran.
Menurut John M. Echols dan Hasan Shadily (2003: 475) reliabilitas adalah
hal yang dapat dipercaya. Popham (1995: 21) menyatakan bahwa reliabilitas adalah
"...the degree of which test score are free from error measurement"
Menurut Masri Singarimbun, realibilitas adalah indeks yang menunjukkan
sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu
alat pengukur dipakai dua kali – untuk mengukur gejala yang sama dan hasil
pengukuran yang diperoleh relative konsisten, maka alat pengukur tersebut
reliable. Dengan kata lain, realibitas menunjukkan konsistensi suatu alat
pengukur di dalam pengukur gejala yang sama.
Menurut Brennan (2001: 295) reliabilitas merupakan karakteristik skor,
bukan tentang tes ataupun bentuk tes.
Menurut Sumadi Suryabrata (2004: 28) reliabilitas menunjukkan sejauhmana
hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya. Hasil pengukuran harus
reliabel dalam artian harus memiliki tingkat konsistensi dan kemantapan.
Dalam pandangan Aiken (1987: 42) sebuah tes dikatakan reliabel jika skor
yang diperoleh oleh peserta relatif sama meskipun dilakukan pengukuran
berulang-ulang.
Dengan demikian, keandalan sebuah alat ukur dapat dilihat dari dua
petunjuk yaitu kesalahan baku pengukuran dan koefisien reliabilitas. Kedua
statistik tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan keterbatasan (Feldt
& Brennan, 1989: 105)
Reliabilitas, atau keandalan, adalah konsistensi dari serangkaian
pengukuran atau serangkaian alat ukur. Hal tersebut bisa berupa pengukuran dari
alat ukur yang sama (tes dengan tes ulang) akan memberikan hasil yang sama,
atau untuk pengukuran yang lebih subjektif, apakah dua orang penilai memberikan
skor yang mirip (reliabilitas antar penilai). Reliabilitas tidak sama dengan
validitas. Artinya pengukuran yang dapat diandalkan akan mengukur secara
konsisten, tapi belum tentu mengukur apa yang seharusnya diukur.
Dalam penelitian, reliabilitas adalah sejauh mana pengukuran dari suatu tes tetap konsisten setelah dilakukan berulang-ulang terhadap subjek dan dalam kondisi yang sama. Penelitian dianggap dapat diandalkan bila memberikan hasil yang konsisten untuk pengukuran yang sama. Tidak bisa diandalkan bila pengukuran yang berulang itu memberikan hasil yang berbeda-beda.
Dalam penelitian, reliabilitas adalah sejauh mana pengukuran dari suatu tes tetap konsisten setelah dilakukan berulang-ulang terhadap subjek dan dalam kondisi yang sama. Penelitian dianggap dapat diandalkan bila memberikan hasil yang konsisten untuk pengukuran yang sama. Tidak bisa diandalkan bila pengukuran yang berulang itu memberikan hasil yang berbeda-beda.
Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai alat
statistik (Feldt & Brennan, 1989: 105)
Berdasarkan sejarah, reliabilitas sebuah instrumen dapat dihitung
melalui dua cara yaitu kesalahan baku pengukuran dan koefisien reliabilitas
(Feldt & Brennan: 105). Kedua statistik di atas memiliki keterbatasannya
masing-masing. Kesalahan pengukuran merupakan rangkuman inkonsistensi peserta
tes dalam unit-unit skala skor sedangkan koefisien reliabilitas merupakan
kuantifikasi reliabilitas dengan merangkum konsistensi (atau inkonsistensi)
diantara beberapa kesalahan pengukuran.
Dalam kerangka teori tes klasik, suatu tes dapat dikatakan memiliki
reliabilitas yang tinggi apabila skor tampak tes tersebut berkorelasi tinggi
dengan skor murninya sendiri. Interpretasi lainnya adalah seberapa tinggi
korelasi antara skor tampak pada dua tes yang pararel. (Saifuddin Azwar, 2006:
29). Reliabilitas menurut Ross E. Traub (1994: 38) yang disimbolkan oleh dapat
didefinisikan sebagai rasio antara varian skor murni dan varian skor tampak .
Secara matematis teori di atas dapat ditulis :
Reliabilitas
alat ukur tidak dapat diketahui dengan pasti tetapi dapat diperkirakan. Dalam
mengestimasi reliabilitas alat ukur, ada tiga cara yang sering digunakan yaitu
(1) pendekatan tes ulang, (2) pendekatan dengan tes pararel dan (3) pendekatan
satu kali pengukuran.
Pendekatan tes ulang merupakan pemberian perangkat tes yang sama terhadap sekelompok subjek sebanyak dua kali dengan selang waktu yang berbeda. Asumsinya adalah bahwa skor yang dihasilkan oleh tes yang sama akan menghasilkan skor tampak yang relatif sama. Estimasi dengan pendekatan tes ulang akan menghasilkan koefisien stabilitas. Untuk memperoleh koefisien reliabilitas melalui pendekatan tes ulang dapat dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi linear antara distribusi skor subyek pada pemberian tes pertama dengan skor subyek pada pemberian tes kedua. Pendekatan tes ulang sangat sesuai untuk mengukur ketrampilan terutama ketrampilan fisik.
Pendekatan tes ulang merupakan pemberian perangkat tes yang sama terhadap sekelompok subjek sebanyak dua kali dengan selang waktu yang berbeda. Asumsinya adalah bahwa skor yang dihasilkan oleh tes yang sama akan menghasilkan skor tampak yang relatif sama. Estimasi dengan pendekatan tes ulang akan menghasilkan koefisien stabilitas. Untuk memperoleh koefisien reliabilitas melalui pendekatan tes ulang dapat dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi linear antara distribusi skor subyek pada pemberian tes pertama dengan skor subyek pada pemberian tes kedua. Pendekatan tes ulang sangat sesuai untuk mengukur ketrampilan terutama ketrampilan fisik.
Misalnya
seorang guru hendak melihat reliabilitas tes yang telah dibuatnya. Setelah
melakukan dua kali pengukuran didapatkan skor tes sebagai berikut:
1. Koefisien reliabilitas test di atas dapat
dihitung dengan menggunakan formula korelasi produk momen dari Pearson sebagai
berikut:
a.
Dengan
demikian, korelasi sebesar 0,954 menggambarkan bahwa reliabilitas tes cukup
tinggi.
b.
Salah
satu kelemahan mendasar dari teknik test-retest adalah carry-over effect.
Masalah ini disebabkan oleh adanya kemungkinan pada test yang kedua dipengaruhi
oleh test pertama. Misalnya, jika peserta tes masih ingat dengan soal-soal dan
bahkan jawaban ketika dilakukan test pertama. Hal ini dapat meningkatkan
korelasi serta overestimasi terhadap PXX’. Ross E. Traub (1994: 38)
2.
Jenis-jenis Reliabilitas
Walizer (1987) menyebutkan bahwa ada dua cara
umum untuk mengukur reliabilitas, yaitu:
1. Relibilitas stabilitas. Menyangkut usaha memperoleh nilai yang sama atau serupa untuk setiap orang atau setiap unit yang diukur setiap saat anda mengukurnya. Reliabilitas ini menyangkut penggunaan indicator yang sama, definisi operasional, dan prosedur pengumpulan data setiap saat, dan mengukurnya pada waktu yang berbeda. Untuk dapat memperoleh reliabilitas stabilitas setiap kali unit diukur skornya haruslah sama atau hampir sama.
1. Relibilitas stabilitas. Menyangkut usaha memperoleh nilai yang sama atau serupa untuk setiap orang atau setiap unit yang diukur setiap saat anda mengukurnya. Reliabilitas ini menyangkut penggunaan indicator yang sama, definisi operasional, dan prosedur pengumpulan data setiap saat, dan mengukurnya pada waktu yang berbeda. Untuk dapat memperoleh reliabilitas stabilitas setiap kali unit diukur skornya haruslah sama atau hampir sama.
3. Reliabilitas ekivalen. Menyangkut usaha
memperoleh nilai relatif yang sama dengan jenis ukuran yang berbeda pada waktu
yang sama. Definisi konseptual yang dipakai sama tetapi dengan satu atau lebih
indicator yang berbeda, batasan-batasan operasional, paeralatan pengumpulan
data, dan / atau pengamat-pengamat.
Menguji reliabilitas dengan menggunakan ukuran ekivalen pada waktu yang sama bias menempuh beberapa bentuk. Bentuk yang paling umum disebut teknik belah-tengah. Cara ini seringkali dipakai dalam survai.Apabila satu rangkaian pertanyaan yang mengukur satu variable dimasukkan dalam kuesioner, maka pertanyaan-pertanyaan tersebut dibagi dua bagian persis lewat cara tertentu. (Pengacakan atau pengubahan sering digunakan untuk teknik belah tengah ini.) Hasil masing-masing bagian pertanyaan diringkas ke dalam skor, lalu skor masing-masing bagian tersebiut dibandingkan. Apabila dalam skor kemudian skor masing-masing bagian tersebut dibandingkan. Apabila kedua skor itu relatif sama, dicapailah reliabilitas belah tengah.
Reliabilitas ekivalen dapat juga diukur dengan menggunakan teknik pengukuan yang berbeda. Kecemasan misalnya, telah diukur dengan laporan pulsa. Skor-skor relatif dari satu indikator macam ini haruslah sesuai dengan skor yang lain. Jadi bila seorang subyek nampak cemas pada ”ukuran gelisah” orang tersebut haruslah menunjukkan tingkatan kecermatan relatif yang sama bila tekanan darahnya yang diukur.
3. Metode pengujian reliabilitas
Menguji reliabilitas dengan menggunakan ukuran ekivalen pada waktu yang sama bias menempuh beberapa bentuk. Bentuk yang paling umum disebut teknik belah-tengah. Cara ini seringkali dipakai dalam survai.Apabila satu rangkaian pertanyaan yang mengukur satu variable dimasukkan dalam kuesioner, maka pertanyaan-pertanyaan tersebut dibagi dua bagian persis lewat cara tertentu. (Pengacakan atau pengubahan sering digunakan untuk teknik belah tengah ini.) Hasil masing-masing bagian pertanyaan diringkas ke dalam skor, lalu skor masing-masing bagian tersebiut dibandingkan. Apabila dalam skor kemudian skor masing-masing bagian tersebut dibandingkan. Apabila kedua skor itu relatif sama, dicapailah reliabilitas belah tengah.
Reliabilitas ekivalen dapat juga diukur dengan menggunakan teknik pengukuan yang berbeda. Kecemasan misalnya, telah diukur dengan laporan pulsa. Skor-skor relatif dari satu indikator macam ini haruslah sesuai dengan skor yang lain. Jadi bila seorang subyek nampak cemas pada ”ukuran gelisah” orang tersebut haruslah menunjukkan tingkatan kecermatan relatif yang sama bila tekanan darahnya yang diukur.
3. Metode pengujian reliabilitas
Tiga tehnik pengujian realibilitas instrument
antara lain :
a.
Teknik
Paralel (Paralel Form atau Alternate Form)
Teknik
paralel disebut juga tenik ”double test double trial”. Sejak awal peneliti
harus sudah menyusun dua perangkat instrument yang parallel (ekuivalen), yaitu
dua buah instrument yang disusun berdasarkan satu buah kisi-kisi. Setiap butir
soal dari instrument yang satu selalu harus dapat dicarikan pasangannya dari
instrumen kedua. Kedua instrumen tersebut diujicobakan semua. Sesudah kedua uji
coba terlaksana, maka hasil instrumen tersebut dihitung korelasinya dengan
menggunakan rumus product moment (korelasi Pearson).
b.
Teknik
Ulang (Test Re-test)
Disebut
juga teknik ”single test double trial”. Menggunakan sebuah instrument, namun
dites dua kali. Hasil atau skor pertama dan kedua kemudian dikorelasikan untuk
mengetahui besarnya indeks reliabilitas.Teknik perhitungan yang digunakan sama
dengan yang digunakan pada teknik pertama yaitu rumus korelasi Pearson.
Menurut Saifuddin Azwar, realibilitas tes-retest adalah seberapa besat derajat skor tes konsisten dari waktu ke waktu. Realibilitas diukur dengan menentukan hubungan antara skor hasil penyajian tes yang sama kepada kelompok yang sama, pada waktu yang berbeda.
Menurut Saifuddin Azwar, realibilitas tes-retest adalah seberapa besat derajat skor tes konsisten dari waktu ke waktu. Realibilitas diukur dengan menentukan hubungan antara skor hasil penyajian tes yang sama kepada kelompok yang sama, pada waktu yang berbeda.
Metode
pengujian reliabilitas stabilitas yang paling umum dipakai adalah metode
pengujian tes-kembali (test-retest). Metode test-retest menggunakan ukuran atau
“test” yang sama untuk variable tertentu pada satu saat pengukuran yang diulang
lagi pada saat yang lain. Cara lain untuk menunjukkan reliabilitas stabilitas,
bila kita menggunakan survai, adalah memasukkan pertanyaan yang sama di dua
bagian yang berbeda dari kuesioner atau wawancara. Misalnya the Minnesota
Multiphasic Personality Inventory (MPPI) mengecek reliabilitas test-retest
dalam satu kuesionernya dengan mengulang pertanyaan tertentu di bagian-bagian
yang berbeda dari kuesioner yang panjang.
Kesulitan
terbesar untuk menunjukkan reliabilitas stabilitas adalah membuat asumsi bahwa
sifat/ variable yang akan diukur memang benar-benar bersifat stabil sepanjang
waktu. Karena kemungkinan besar tidak ada ukuran yang andal dan sahih yang
tersedia. Satu-satunya faktor yang dapat membuat asumsi-asumsi ini adalah
pengalaman, teori dan/atau putusdan terbaik. Dalam setiap kejadian, asumsi ini
selalu ditantang dan sulit rasanya mempertahankan asumsi tersebut atas dasar
pijakan yang obyektif.
c.
Teknik
Belah Dua (Split Halve Method)
Disebut
juga tenik “single test single trial”. Peneliti boleh hanya memiliki
seperangkat instrument saja dan hanya diujicobakan satu kali, kemudian hasilnya
dianalisis, yaitu dengan cara membelah seluruh instrument menjadi dua sama
besar. Cara yang diambil untuk membelah soal bisa dengan membelah atas dasar
nomor ganjil-genap, atas dasar nomor awal-akhir, dan dengan cara undian.
Menurut Saifuddin Azwar, realibilitas ini diukur dengan menentukan hubungan antara skor dua paruh yang ekuivalen suatu tes, yang disajikan kepada seluruh kelompok pada suatu saat. Karena reliabilitas belah dua mewakili reliabilitas hanya separuh tes yang sebenarnya, rumus Spearman-Brown dapat digunakan untuk mengoreksi koefisien yang didapat.
Menurut Saifuddin Azwar, realibilitas ini diukur dengan menentukan hubungan antara skor dua paruh yang ekuivalen suatu tes, yang disajikan kepada seluruh kelompok pada suatu saat. Karena reliabilitas belah dua mewakili reliabilitas hanya separuh tes yang sebenarnya, rumus Spearman-Brown dapat digunakan untuk mengoreksi koefisien yang didapat.
Apa
penyebab ketidakandalan?
Ada
beberapa sumber ketidakandalan (unreliability), beberapa di antaranya telah
dituangkan. Satu sumber ketidakandalan yang terbesar adalah ketidaksahihan
(invalidity). Berikut ini adalah daftar periksa (check list) sumber-sumber yang
menyebabkannya (Walizer ,1987) :
1.
Orang atau unit yang diukur mungkin telah berubah sejak pengukuran pertama dan
kedua. (Tentu saja perubahan dalam skor, haruslah ditafsirkan bukan sebagai
ketidakandalan.)
2.
Selama wawancara unit yang sedang diukur berubah, karena:
a.
Pewawancara memperoleh pengalaman
b.
Kelelahan pewawancara
c.
Subyek mengalami hal-hal yang menyebabkan penafsiran mereka terhadap
pertanyaan-pertanyaan berubah (sebagai kebalikan dari perubahan seharusnya dari
apa yang sedang diukur).
d.
Kesalahan-kesalahan diperbuat.
3.
Aspek situasi tempat pengukuran berlangsung mungkin berubah sejak pengukuran
pertama dan yang kedua. Hal-hal seperti waktu (pagi, siang, sore), tempat
berlangsungnya pengukuran, orang-orang yang berada dekat di sekitar yang
mungkin mempengaruhi respon mereka dan sebagainya mungkin berbeda.
4.
Pertanyaan-pertanyaan mungkin mendua artinya, sehingga ditafsirkan secara
berbeda pada saat pengisian kuesioner yang berbeda.
5.
Pengkode dan/atau pengamat mungkin membuat penafsiran sendiri-sendiri.
6.
Apa yang nampak sebagai satu teknik ekivalen sebenarnya tidaklah demikian
karena pemilihan pembandingan yang kurang baik.
7.
Terjadi kekeliruan dalam mencatat hasil pengamatan atau memberi kode-kodenya.
8. Atau mungkin kombinasi penyebab-penyebab terdahulu.
8. Atau mungkin kombinasi penyebab-penyebab terdahulu.
Reliabel
: Haruskah Ajeg? (Feldt & Brennan, 1989: 105)
Sering
kita dengar baik dalam kuliah atau dalam ruang ujian, jawaban mahasiswa
terhadap pertanyaan "Apa yang dimaksud reliabilitas?" seperti ini :
"Taraf Kepercayaan, yaitu seberapa besar tes dapat dipercaya. Tes yang
reliabel akan menghasilkan skor yang relatif sama jika diteskan beberapa kali
pada subjek yang sama . Dengan kata lain seberapa ajeg sebuah tes jika diteskan
beberapa kali pada subjek yang sama di waktu yang berbeda."
Jika
demikian adanya, maka secara logis, satu-satunya cara untuk mengestimasi
reliabilitas adalah dengan melakukan pengetesan paling tidak dua kali pada
sekelompok subjek yang sama. Tapi benarkah begitu?
Pada
prakteknya kita mengenal paling tidak ada 3 pendekatan terhadap estimasi
reliabilitas. Dan orang yang memberikan jawaban seperti di atas juga memilih
metode estimasi reliabilitas yang hanya melakukan 1 kali administrasi tes. Jadi
mana tingkat keajegannya?
Baiklah,
mungkin beberapa orang tidak terlalu peduli dengan hal ini. Yang penting ada
angka reliabilitasnya, habis perkara. Tapi ijinkan kami mencoba berbagi
pemikiran mengenai hal ini.
Kita
mulai dari konsep reliabilitas dulu. Reliabilitas seperti yang sering diucapkan
atau ditulis di buku, memiliki arti tingkat kepercayaan. Kita coba pilah kata
ini menjadi Rely dan Ability atau dapat dipercaya. Tapi apa maksud dari dapat
dipercaya ini? Yang dimaksud dapat dipercaya disini adalah seberapa besar kita
bisa mempercayai hasil tes yang kita dapatkan, atau juga seberapa besar tingkat
kesalahan yang muncul ketika seseorang mengerjakan suatu tes. Semakin besar
tingkat kesalahan yang muncul ketika seseorang mengerjakan suatu tes, hasil
yang diperoleh dari tes tersebut makin tidak dapat dipercaya, makin tidak
reliabel.
Misalnya: seseorang dites (tes apa saja, karena reliabilitas tidak terlalu peduli dengan isu materi yang diteskan) kemudian memperoleh hasil sebesar 100. Nah jika tes tersebut reliabel, maka kita bisa yakin bahwa kapasitas orang tersebut memang 100. Atau dengan kata lain, angka 100 itu diperoleh bukan karena faktor lain selain kapasitas orang tersebut. Jika angka 100 ini diperoleh lebih banyak karena faktor lain (faktor lain ini yang disebut error), maka kita akan berkata bahwa tes tersebut tidak reliabel.
Misalnya: seseorang dites (tes apa saja, karena reliabilitas tidak terlalu peduli dengan isu materi yang diteskan) kemudian memperoleh hasil sebesar 100. Nah jika tes tersebut reliabel, maka kita bisa yakin bahwa kapasitas orang tersebut memang 100. Atau dengan kata lain, angka 100 itu diperoleh bukan karena faktor lain selain kapasitas orang tersebut. Jika angka 100 ini diperoleh lebih banyak karena faktor lain (faktor lain ini yang disebut error), maka kita akan berkata bahwa tes tersebut tidak reliabel.
Konsep
reliabilitas didasarkan pada asumsi bahwa dalam tiap pengetesan selalu ada
X, skor yang kita peroleh dari hasil
pengetesan (skor Tampak)§
T, skor yang menggambarkan kapasitas seseorang
yang sesungguhnya (skor§ Murni)
e, faktor lain selain kapasitas yang juga menyumbang terhadap§ perolehan X yang disebut juga error.
e, faktor lain selain kapasitas yang juga menyumbang terhadap§ perolehan X yang disebut juga error.
Dan
ketiganya terkait satu sama lain dalam persamaan seperti ini :
X
= T + e
Ini
dapat dibaca seperti berikut : dalam setiap pengetesan, hasil tes yang kita
peroleh merupakan fungsi penjumlahan dari skor Murni dan error. Tes dapat
dikatakan reliabel jika Tes menghasilkan error yang kecil, sehingga hasil tes
makin mencerminkan kapasitas yang sebenarnya (atau X = T ).
Lalu
dari mana ide "keajegan" muncul?
Diasumsikan
bahwa nilai T memiliki sifat ajeg dalam beberapa kali pengukuran pada subjek
yang sama. Tapi keajegan ini hanya ada dalam abstraksi teoretik saja, karena
keajegan yang dimaksud di sini adalah keajegan T jika memenuhi syarat tertentu
:
Tiap
pengetesan bersifat saling independen, pengukuran pertama tidak§ mempengaruhi pengukuran berikutnya. Jadi
anggaplah seseorang dites lalu dihipnotis untuk membuatnya lupa dengan jawaban
dan soal yang telah diberikan.
Kapasitas orang itu sendiri belum berubah. Jadi keajegan ini hanya§ mungkin jika setelah dites, orang ini dimasukkan dalam mesin waktu dan dikembalikan ke keadaannya saat dites pertama kali.
Kapasitas orang itu sendiri belum berubah. Jadi keajegan ini hanya§ mungkin jika setelah dites, orang ini dimasukkan dalam mesin waktu dan dikembalikan ke keadaannya saat dites pertama kali.
Mustahil?
Ya jelas! maka dari itu ide mengenai keajegan ini hanya ada dalam abstraksi
teoretik.
Namun
demikian tentu saja kita tetap dapat mengestimasi reliabilitas dengan cara
melakukan tes berulang lalu mengkorelasikan hasil tes pertama dengan tes kedua.
Dengan mempertimbangkan beberapa kelemahan dan persyaratannya.
Pendekatan-Pendekatan
Estimasi Reliabilitas (Feldt & Brennan, 1989: 105)
Dari
beberapa asumsi yang mendasari pemikiran mengenai reliabilitas, kemudian
diturunkanlah beberapa pendekatan untuk mengestimasi reliabilitas.
Pendekatan Tes-Retes. Pendekatan ini mengestimasi reliabilitas tes§ dengan melakukan tes ulang, kemudian mengkorelasikan hasil tes pertama dengan hasil tes kedua. Hasil korelasi ini yang merupakan estimasi reliabilitasnya, sering juga disebut sebagai koefisien stabilitas atau keajegan. Jadi definisi reliabilitas =keajegan hanya berlaku untuk pendekatan ini. Tapi tentu saja karena tidak mungkin memenuhi persyaratan di atas, pendekatan ini memiliki beberapa kelemahan
Pendekatan Tes-Retes. Pendekatan ini mengestimasi reliabilitas tes§ dengan melakukan tes ulang, kemudian mengkorelasikan hasil tes pertama dengan hasil tes kedua. Hasil korelasi ini yang merupakan estimasi reliabilitasnya, sering juga disebut sebagai koefisien stabilitas atau keajegan. Jadi definisi reliabilitas =keajegan hanya berlaku untuk pendekatan ini. Tapi tentu saja karena tidak mungkin memenuhi persyaratan di atas, pendekatan ini memiliki beberapa kelemahan
·
Hanya
dapat diterapkan pada tes yang mengukur konstruk yang bersifat cenderung ajeg,
misalnya kepribadian.
·
Estimasi
reliabilitas akan dipengaruhi oleh adanya carry over effect. Maksudnya, jika
jarak pengetesan pertama dan kedua sangat dekat, maka subyek akan cenderung
mengingat jawaban yang diberikan pada pengetesan pertama. Ini membuat makin
besarnya kemungkinan subyek akan memberikan jawaban pada pengetesan kedua yang
cenderung sama dengan jawaban yang diberikan pada pengetesan pertama.Hal ini
akan menyebabkan overestimasi reliabilitas, tes terkesan/ terlihat lebih
reliabel daripada yang sebenarnya.
·
Estimasi
reliabilitas juga dipengaruhi adanya practice effect. Ini terjadi ketika
subyek, dalam rentang waktu antara tes pertama dan kedua, belajar atau berlatih
untuk meningkatkan kapasitasnya, ini terjadi khususnya dalam estimasi
reliabilitas tes performansi maksimal seperti tes prestasi. Practice effect
akan menyebabkan underestimasi reliabilitas, tes terkesan tidak ajeg karena
adanya pembelajaran, sehingga hasil tes kedua akan cenderung lebih baik dari
hasil tes pertama.
Pendekatan Tes Paralel, pendekatan ini mengestimasi reliabilitas§ dengan menggunakan dua tes paralel, dua tes yang mengukur hal /konstruk yang sama, kemudian mengkorelasikan hasil pengetesan dari tes pertama dengan hasil tes paralelnya. Koefisien korelasi yang didapatkan disebut juga koefisien ekuivalensi. Namun demikian pendekatan ini sangat jarang (kalaupun ada) dilakukan karena sulitnya menghasilkan dua tes yang benar-benar paralel.
Pendekatan Konsistensi Internal, pendekatan ini mengestimasi§ reliabilitas dengan membelah tes menjadi beberapa bagian, lalu "mengkorelasikan" bagian-bagian tersebut. "Korelasi" di sini sebenarnya tidak benar-benar mengkorelasikan bagian-bagian secara harafiah, tapi menggunakan formula-formula yang dikembangkan untuk mengestimasi reliabilitasnya. Koefisien yang diperoleh dinamai juga koefisien konsistensi internal. Pendekatan inilah yang paling sering digunakan selama ini karena lebih praktis dan ekonomis. Meskipun demikian pendekatan ini tidak dapat mengestimasi error yang diakibatkan oleh keadaan temporer karena hanya dilakukan satu kali. Jadi pendekatan ini memang bukan "jawaban terhadap segala masalah" dalam hal mengestimasi reliabilitas.
Pendekatan Tes Paralel, pendekatan ini mengestimasi reliabilitas§ dengan menggunakan dua tes paralel, dua tes yang mengukur hal /konstruk yang sama, kemudian mengkorelasikan hasil pengetesan dari tes pertama dengan hasil tes paralelnya. Koefisien korelasi yang didapatkan disebut juga koefisien ekuivalensi. Namun demikian pendekatan ini sangat jarang (kalaupun ada) dilakukan karena sulitnya menghasilkan dua tes yang benar-benar paralel.
Pendekatan Konsistensi Internal, pendekatan ini mengestimasi§ reliabilitas dengan membelah tes menjadi beberapa bagian, lalu "mengkorelasikan" bagian-bagian tersebut. "Korelasi" di sini sebenarnya tidak benar-benar mengkorelasikan bagian-bagian secara harafiah, tapi menggunakan formula-formula yang dikembangkan untuk mengestimasi reliabilitasnya. Koefisien yang diperoleh dinamai juga koefisien konsistensi internal. Pendekatan inilah yang paling sering digunakan selama ini karena lebih praktis dan ekonomis. Meskipun demikian pendekatan ini tidak dapat mengestimasi error yang diakibatkan oleh keadaan temporer karena hanya dilakukan satu kali. Jadi pendekatan ini memang bukan "jawaban terhadap segala masalah" dalam hal mengestimasi reliabilitas.
3. Penerapan
Uji Validitas dan Reliabilitas.
Pengujian Validitas dan
Reabilitas biasanya digunakan untuk mengevaluasi item-item
pertanyaan/pernyataan (indikator) yang mengukur konstrak/faktor penelitian
dalam suatu kuesioner. Peneliti biasanya mengevaluasi item-item pertanyaan
dalam kuesionernya dengan mengambil sampel kecil (30 sampai 50
responden) untuk dilakukan pengujian Validitas dan Reliabilitas. Jika suatu
item pertanyaan tidak bisa lolos pengujian ini, maka item pertanyaan
tersebut dapat dihapus atau diperbaiki struktur dan maksud kalimatnya. Evaluasi
kuesioner ini dilakukan sampai semua indikator lolos pengujian Validitas dan
Reliabilitas. Namun, ada beberapa peneliti yang langsung menguji
kuesionernya dengan sampel lengkap sesuai penelitian yang mana item-item
pertanyaan yang tidak lolos pengujian Validitas dan Reliabilitas langsung
dihapus. Penggunaan pengujian ini biasanya tidak sekedar digunakan
untuk mengevaluasi item pertanyaan dalam kuesioner. Pengujian ini juga
digunakan untuk meyakinkan peneliti untuk penelitian lebih lanjut yang
menggunakan konstrak/faktor sebagai variabel penelitiannya, seperti
penelitian variabel-variabel psikologis/sosial yang menggunakan analisis
regresi, analisis varian (ANOVA), atau statistika inferensi. Uji Validitas dan
Reliabilitas konstrak ini diterapkan untuk data numerik (berskala interval
atau rasio).
4. Pengujian
Validitas.
Validitas
adalah suatu tingkatan yang mengukur karakteristik yang ada dalam fenomena
didalam penyelidikan[1]. Dalam penulisan ini, validitas yang
digunakan adalah validitas konstrak yang merupakan tipe validitas yang
mempertanyakan apakah konstrak atau karakteristik dapat diukur secara akurat
oleh indikator-indikatornya. Validitas konstrak diukur dengan koefisien
korelasi antara skor masing-masing indikator/item pertanyaan (Xj) dengan skor
totalnya/faktor (X). Koefisien validitas diukur dari korelasi product moment
kasar[3] atau korelasi Pearson yang dirumuskan sebagai
berikut.
keterangan:
Xj = skor item ke-j untuk j = 1,2,...,k
Xj = skor item ke-j untuk j = 1,2,...,k
X = skor total keseluruhan
item
k =
banyaknya item
n =
jumlah pengamatan
Item pertanyaan (indikator)
secara empiris dikatakan valid jika koefisien korelasi (r) >
0,50 . Ada juga peneliti yang menggunakan kriteria lain, yaitu indikator valid
jika korelasi (r) ≥ rtabel dengan rumus rtabel[4]
sebagai berikut.
Nilai df adalah
degree of freedom (v = n – 2 ) dengan n adalah banyaknya
pengamatan. Nilai ttabel adalah nilai t(α,v)
yang merupakan nilai quantil dengan luasan kanan sebesar α di bawah
kurva distribusi student-t dengan v = n – 2. Dalam
statistika, Item pertanyaan (indikator) sebenarnya juga dapat dikatakan valid
jika P-value ≤ α dengan α adalah taraf nyata yang ditentukan peneliti sebesar
1%, 5%, atau 10%. Terdapat perbedaan antara P-value dan α, yaitu P-value adalah
probabilitas kesalahan yang dihasilkan dari proses pengujian sedangkan α adalah
probabilitas kesalahan yang ditentukan oleh peneliti sebagai tolak ukur
kesalahan yang ditoleransi. P-value adalah probabilitas kesalahan ketika H0
dapat ditolak berdasarkan Statistik Uji yang mana dirumuskan P-value = P(t ≥ thit)
dengan thit adalah nilai statistik uji t. Pada software tertentu
seperti SPSS, P-value dijelaskan dengan nilai Significant (Sig.).
5. Pengujian
Reliabilitas.
Reliabilitas
adalah suatu tingkatan yang mengukur konsistensi hasil jika dilakukan
pengukuran berulang pada suatu karakteristik[1]. Pengujian
reliabilitas dapat dihitung dengan menggunakan formula Cronbach’s alpha
yang dirumuskan[2] sebagai berikut.
keterangan:
sj2 = varians skor item ke-j dengan j = 1,2,...,k
sj2 = varians skor item ke-j dengan j = 1,2,...,k
k =
banyaknya item yang diujikan
sX2 =
varians skor total keseluruhan item
Secara empiris, diberikan
ketentuan[1] bahwa α < 0,6 mengindikasikan Reliabilitas
konsistensi internal yang tidak memuaskan. Dengan kata lain, Reliabilitas
konsistensi internal dapat diterima jika α ≥ 0,6 . Reliabilitas
konsistensi internal adalah suatu pendekatan untuk menaksir konsistensi
internal dari kumpulan item/indikator, dimana beberapa item dijumlahkan untuk
menghasilkan skor total untuk skala/konstrak.
Kesimpulan
1.
Jadi,
reliabilitas apakah sama dengan keajegan?
2.
Jika
kita melihat permasalahan ini dari kacamata asumsi yang mendasari pemikiran
reliabilitas di atas, maka reliabel = ajeg. tentu saja dengan persyaratan yang
mustahil untuk dipenuhi tadi.
3.
Tapi
jika dilihat dalam konteks aplikasinya, reliabilitas tidak selalu sama dengan
keajegan, tergantung dari pendekatan mana yang digunakan untuk mengestimasinya.
4.
Mungkin
akan lebih aman jika kita menyebut reliabilitas sebagai "tingkat
kepercayaan, seberapa jauh error yang dihasilkan dari tes, dan seberapa jauh
hasil tes dapat dipercaya". (Feldt & Brennan, 1989: 105)
REFERENSI
[1] Malhotra, N.K. dan
Birks, D.F., (2007), Marketing Research: An Applied Approach, 3rd
European Edition, Harlow, UK: Pearson Education.
[2] Urbina, S., (2004), Essentials
of Psychological Testing, New Jersey: John Wiley & Sons.
[3] Arikunto, S., (1999), Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, ed. Rev. IV, Yogyakarta: Rineka Cipta.
[3] Arikunto, S., (1999), Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, ed. Rev. IV, Yogyakarta: Rineka Cipta.
[4] Sugiyono, (1999), Metode
Penelitian Bisnis, Bandung: Alfabeta.
KATA
PENGANTAR
Dengan menyebut nama
Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji
syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
Validitas dan Reabilitas”
Makalah ilmiah ini
telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.
Terlepas dari semua
itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami
berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakan
ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Kisaran,
September 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar................................................................................................................ i
Daftar
isi........................................................................................................................... ii
VALIDITAS
DAN RELIABILITAS........................................................................... 1
A.
Validitas................................................................................................................ 1
1. Pengertian Validitas.......................................................................................... 1
2. Jenis-jenis Validitas........................................................................................... 3
B.
Reliabilitas............................................................................................................. 6
1. Pengertian Reliabilitas....................................................................................... 6
2. Jenis-jenis Reliabilita......................................................................................... 8
3. Penerapan
Uji Validitas dan Reliabilitas........................................................ .. 14
4. Pengujian
Validitas......................................................................................... .. 15
5. Pengujian
Reliabilitas........................................................................................ 16
Kesimpulan...................................................................................................................... 18
REFERENSI................................................................................................................... 19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar