Monolog
KAUS
KAKI BOLONG
Karya Hermana HMT
Karya Hermana HMT
PANGGUNG
TERASA MAGIS. SUASANA DIBANGUN OLEH BUNYI ALAT MUSIK GESEK YANG DIPADU DENGAN
SUARA ORANG-ORANG BERGUMAM.
DI TENGAH PANGGUNG TAMPAK SATU SOSOK TUBUH TERBARING KAKU, TERTUTUP KAIN BATIK SEPERTI MAYAT DAN DI BELAKANGNYA BERDIRI SEBUAH KURSI LIPAT. NGIGAU
DI TENGAH PANGGUNG TAMPAK SATU SOSOK TUBUH TERBARING KAKU, TERTUTUP KAIN BATIK SEPERTI MAYAT DAN DI BELAKANGNYA BERDIRI SEBUAH KURSI LIPAT. NGIGAU
Ini
bukan salahku ! Aku tidak tahu menahu soal itu. Sungguh ! Tidak. Tidak! Jangan
pandangi aku seperti itu. Aku…aku.. ahhh !
LAKI-LAKI
ITU BERDIRI. IA MENATAP KE SEGALA PENJURU, YANG MANA TIAP LIRIKANNYA CUKUP
PELAN DAN MENGANDUNG MISTERI
Kenapa kalian pandangi aku seperti itu ? Jangan asal, ya ! Memangnya aku ini apa ? Aku bukanlah barang antik yang suka di pajang di etalase-etalase, atau bintang film murahan koliksi para cukong, apalagi doger monyet yang sering ngamen di pasar malam ! Oh, barang kali kalian suka sama aku. Suka, ya ? Heh ! Tidak ? Ah suka. Jangan munafik deh. Tu kan…tu kan suka.
MELUDAH
Puah
! Tidak ! Kalian tidak pernah menyukaiku. Kalian tukang perah, penjilat,
pembual besar. Kerjanya hanya memeras, bisanya menyalahkan setiap kebijakan
yang sudah capek-capek dibikin orang, padahal kalian sendiri tidak becus
memperbaiki atau menyusun kebijakan baru yang lebih ideal. Dasar beo, luh !
TERDENGAR
MUSIK DRUMBAND. KEDUA MATA LAKI-LAKI ITU LARAK-LIRIK LIAR.
Apa
kalian mendengar suara aneh di sini ?
BUNYI
MUSIK ITU SEMAKIN TERDENGAR JELAS. LAKI-LAKI ITU SEMAKIN GELISAH DAN TERHANTUI.
DENGAN RASA TAKUT IA GUNAKAN KAIN BATIK SEBAGAI PENUTUP TUBUHNYA SAMBIL
BERULANG KALI BERUJAR
Oh,
tidak. Tidak ! Aku tidak pernah menyuruhnya. Betul ! Tanyakan saja pada mereka
yang mengenal aku lebih jauh.
DAN
AKHIRNYA LAKI-LAKI ITU TERPURUK DI LANTAI. MERASA SUDAH AMAN PERLAHAN-LAHAN
DARI BALIK KAIN LAKI-LAKI ITU KELUAR DAN BERDIRI LAGI.
Hei ! Kuperingatkan sekali lagi, jangan pandangi aku seperti itu ! Apa salahku ? Untuk kali ini berilah ketenangan pada jiwaku. Tolonglah, bisa kan ? Aku sudah sangat lelah. Atau kalian sudah berkomplot dengan orang-orang di luar sana. Kalain bermaksud melenyapkan dan sekaligus merampok seluruh kekayaanku ? Please, kasihanilah aku. Aku sudah tidak punya apa-apa. Kalian tahu, bukan ? Semuanya sudah mereka rampas, ingin apa lagi. Yang kumiliki sekarang tinggalah pakaian ini, pikiran dan perasan yang sama sekali sudah tak berarti lagi begi kalian. Sekarang aku tidak lebih dari seonggok sampah murahan. Ya aku sampah. Aku sampah. Sampah. Sampah. Sampaaaaaaaahhh!
TERPURUK
LAGI DI LANTAI. LAKI-LAKI ITU PERLAHAN BERDIRI, LALU BERPUTAR MENGITARI KURSI
SAMBIL MELANTUNKAN TEMBANG DI BAWAH INI.
Harapan
itu ada, duka pun sama
Membayang
tidak untuk hari ini saja
Berarak
mengiringi ayunan langkah
Gapailah
semua yang ada dengan jemari tangan yang lembut
Sebelum
bunga rampai menghiasi tanah merah
Sebab
sesal tak akan menjadi juru selamat
LAKI-LAKI ITU SEJENAK MENARIK NAFAS.
Selamat malam. Terima kasih kalian telah memberi kesempatan padaku untuk bermimpi lagi. Maaf, aku tadi terlampau emosional. Aku juga merasa aneh, belakangan ini kadar emosiku sulit sekali dikendalikan. Tapi memang begitulah aku. Sekali lagi maafkan aku. Aku lupa, sesungguhnya kalian tidak sama dengan mereka. Kalian sangat baik dan memiliki rasa belas kasih cukup tinggi. Pandangan kalian sebenarnya ingin menghiburku, bukan ? Tapi rupanya ganjalan besar itu telah mengekang kemurnian hati kalian, sehingga membuat keraguan yang sangat akut dan kalian merasa kesulitan untuk berbuat lebih. Ya, aku tahu kalian takut karena orang-orang di luar sana berhasrat memancungku. Tidak apa-apa. Takutlah. Takut adalah bagian dari keselamatan. Berkomplotlah bersama mereka, selamatkan diri dan jagalah keluarga. Lupakan aku. Tengah malam nanti kegagalanku dalam mengukir perjalanan hidup ini akan sampai pada puncaknya. Simpanlah keharuan itu dalam buku sejarah, sebagai bahan kejian anak cucu kalian kelak. Tebarkan harum bunga kas[2]ih pada jiwa-jiwanya. Jika sempat, bisikan pada telinga mereka ; cintailah bangsa dan negeri ini dengan ketulusan.
LAKI-LAKI ITU MELIHAT PADA SATU SUDUT RUANGAN.
Hei, yang di sana ! Kenapa kamu membalikan wajah ? Ini jaman keterbukaan, bung. Tunjukan kesejatian wajahmu. Jika merasa tersinggung atau tidak suka, aku kan sudah mengatakan. Maaf kecurigaanku terlampau berlebihan. Harap maklum, karena selama ini banyak hantu gentayangan mengitariku. Sudah ya, jangan ribut dan jangan ganggu lagi. Aku mau tidur.
LAKI-LAKI
ITU MENGAMBIL KAIN BATIK DAN MEMBARINGKAN TUBUHNYA DI LANTAI. SAMBIL DITUTUPI
KAIN IA TIDURAN. TAPI TIDAK LAMA KEMUDIAN SAYUP-SAYUP TERDENGAR SEORANG ANAK
PEREMPUN MELANTUNKAN LAGU DI BAWAH INI.
Lihatlah mentari setiap pagi
Cahyanya
nan gemilang penuh arti
Menuntun
bernyanyi, mengajak menari
Ceria,
gembira slamanya
LAKI-LAKI
ITU BANGKIT, MENCARI SUMBER SUARA SAMBIL TURUT BERNYANYI.
Nur
! Nur ! Kaukah itu ? Nur, di mana kau ? Rani ! Rani kau di mana? Aku kangen.
Aku merindukanmu [3]
DIAM
SEJENAK
Aku
dengar suaranya ada di sekitar ini. Kemana, ya ? Apa sudah pergi lagi. Aku
kira… tapi barusan siapa ? Astaga ! Jam barapa dan hari apa sekarang ? Oh
Tuhan. Ternyata aku telalu lama tidur di sini. Tidak ! Tidak ! Aku sempat
bangun, sempat bersendagurau bersamanya dan mendengarkan dia melantunkan
tembang kebebasan.
DIAM
SEJENAK DAN MENCARI LAGI
Nur
! Rani ! Nurani ! Tidak ada. Nuraniku betul-betul sudah pergi jauh. Aku tidak
punya nurani lagi. Nuraniku hilang.
SEDIH
Pergilah
kau, bernyanyi dan menarilah. Benamkan cemas dan dendam bersama kecewamu,
biarlah membusuk selamanya di sana. Dengan pasti langit akan tetap menjadi
payung dan bumi sebagai penyangga jiwa sejatimu.
LAKI-LAKI ITU MELIHAT PADA KURSI. IA BERPUTAR, MENGITARINYA, LALU BERHENTI DAN DUDUK DI KURSI TERSEBUT. TIBA-TIBA BERSAMA KURSI ITU IA TERJATUH. IA BANGUN, MEMBETULKAN KURSI DAN MENDUDUKINYA, TAPI BERSAMA KURSINYA IA KEMBALI JATUH. KETIGA KALINYA HAL YANG SAMA TERJADI.
Awas ! Sekali lagi menjatuhkanku, kuhajar kau !
LAKI-LAKI ITU DUDUK LAGI DI KURSI. TERNYATA SANG KURSI PATUH PADA PERINTAHNYA DAN LAKI-LAKI ITUPUN BERBANGGA DIRI. BERLAGA SEPERTI BOS, TUMPANG KAKI SAMBIL BERSIUL. TAPI TIDAK LAMA KEMUDIAN BERSAMA KURSI TERSEBUT IA JATUH LAGI.
KINI IA MARAH BENAR. KURSI YANG TERGELETAK IA TENDANG TAPI TIDAK KENA, BAHKAN MEMBUAT DIRINYA HILANG KESEIMBANGAN DAN TERJATUH. IA SEMAKIN BERNAPSU. BAGAI MACAN IA TERKAM KURSI ITU. BAGAI MEMILIKI NYAWA KURSI PUN MENGAUM DAN TANPA DIDUGA-DUGA SANG KURSI BERNASU BERKELAHI DENGAN LAKI-LAKI ITU. TETAPI AKHIRNYA KURSI ITU TERLEMPAR JAUH.
Sebenarnya aku tidak bercita-cita ingin jadi pemimpin ataupun pengusaha. Terus terang saja aku tidak lebih dari seekor keledai dungu. Jelasnya aku tidak sedikit pun memiliki kemampuan di bidang itu. Sejak kecil hingga menjelang dewasa tekad hatiku sudah bulat. Aku ingin mengabdi pada bangsa dan negeri ini lewat propesi guru. Sungguh, aku ingin menjadi guru. Tapi ayahku selalu melarang keras.
LAKI-LAKI ITU MALAKUKAN GERAKAN - GERAKAN BERSAMA KAIN BATIKNYA. LALU MERUBAH DIRI MENJADI BAPAK.
Anakku. Menjadi guru sulit mencari peluang untuk memperkaya diri. Ayah kira bukan sulit, tapi tidak akan pernah kaya. Apa lagi guru sekolah dasar di pedesaan. Gajinya kecil. Bukan kecil, tapi sangat memprihatinkan. Daripada mendapatkan kesenangan, malahan kamu akan bulan-bulanan menjadi boneka kurikulum pendidikan yang sampai detik ini belum jelas arahannya.
LAKI-LAKI ITU MELAKUKAN GERAKAN – GERAKAN BERSAMA KAIN BATIKNYA. LALU KEMBALI MENJADI DIRINYA.
Ayah, tugas seorang guru sangat mulia. Bukan begitu ? Dan bagi anakmu ini harta bukanlah hal yang paling pokok. Yang aku cari dan aku kagumi adalah kemuliaan hidupnya.
LAKI-LAKI ITU MELAKUKAN GERAKAN – GERAKAN BERSAMA KAIN BATIKNYA. LALU MERUBAH DIRI MENJADI BAPAK. KETAWA
Kamu
masih bau kencur, nak. Tahu apa tentang kemuliaan hidup ? Belum saatnya kamu
bicara soal itu. Tidak ! Apa pun alasannya dan sampai kapanpun ayah tidak akan
pernah mengampuni juga menganggapmu anak jika kamu berisi keras ingin menjadi
guru. Kamu harus menjadi tentara. Masuklah AKABRI biar jadi perwira tinggi.
Minimalnya berpangkat Letjen. Atau kamu masuk ke sekolah pemerintahan dalam
negeri, setidaknya kamu bisa menjadi camat sudah lumayan. Atau kamu [4]sekolah
bisnis di Amerika agar jadi pengusaha tangguh. Camkan sama kamu ! Di tentara
penghargaan atas segala jasa-jasa yang pernah dilakukan sangat nyata. Tidak
seperti guru. Tanpa tanda jasa.
LAKI-LAKI ITU KEMBALI MENJADI DIRINYA.
Itulah kemuliaan seorang guru ayah.
LAKI-LAKI ITU KEMBALI MENJADI BAPAK.
Kemuliaan. kemuliaan apa ? Tai kucing. Sampai kapan kemuliaan itu bisa menyambung hidup istri dan anak cucumu ? Anaku, sejak manusia pertama diciptakan, Tuhan telah memberikan kemuluiaan pada kita lebih dari mahluk lainnya. Jadi apa perlunya gelar itu kamu raih kembali. Yang kita perlukan sekarang adalah harta dan kedudukan tinggi setinggi-tingginya. Tidak sekedar hayalan. Jika kita telah menggenggam semuannya dengan sukses, yang kamu cita-citakan dengan sendirinya akan terpenuhi termasuk kemuliaan yang tidak hentinya kamu igaukan itu.
LAKI-LAKI ITU MELAKUKAN GERAKAN – GERAKAN BERSAMA KAIN BATIKNYA. LALU KEMBALI MENJADI DIRINYA. SEJENAK IA TERMENGU.
Ayahku memang suka sekali memaksakan kehendak, istriku, juga kerabat dekatku. Sementara aku sendiri selalu tak berdaya dibuatnya. Sunguh. Seperti halnya menjadi pemimpin negeri ini. Aku sebenarnya…..
KESAL
Ah
! Mereka terus memaksaku hingga aku tidak bisa menolak untuk tidak duduk di
kursi yang sudah mereka rancang sedemikian rupa itu.
MENJATUHKAN
DIRI
Oh,
ternyata empuk. Enak gila. Keempukannya telah menawarkan
kemungkinan-kemungkinan yang sangat menjanjikan akan segala harapan segera
tercapai. Demi Tuhan. Hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan, tahun ke
tahun kersi itu telah mengantarkan pada perubahan kepribadianku yang sangat
lain dari kebiasaan sebelumnya. Sifat penakutku yang pada mulanya membayangi ke
mana pun melangkah, sangat tak terasa berangsur surut dan berubah menjadi
sebuah keberanian bahkan sampai mampu menakut-nakuti siapa pun. Kursi itu
membuatku betul-betul betah hidup di dunia. Sampai detik ini aku tidak ingin
kehilangan, apa lagi di duduki orang lain. Jiwaku sudah melekat dengannya dan
kasihnya selalu mendorong libidoku agar terus bergairah hingga sampai pada
puncak orgasme yang nikmatnya tidak dapat dikalahkan oleh goyangan pinggul
bidadari- bidadari yang pernah kusetubuhi.
LAKI-LAKI
ITU MELAKUKAN GERAKAN – GERAKAN EROTIS, SEPERTI SEDANG MELAKUKAN HUBUNGAN
INTIM. TERTAWA
Ya
! Kini aku tidak lagi keledai dungu, akulah Kaligula, akulah Puntila dan akulah
si keji Hitler ; Musnakan mereka dari segala pekerjaannya dan masukan mereka ke
penjara bawah tanah. Kurung mereka di tempat itu dan biarkan mereka mati
sebagai pembalasan yang setimpal atas kejahatannya. Jika rakyat tidak siap
berjuang demi kelangsungan hidupnya terpaksa mereka harus dilenyapkan.
Penggalah kepala siapa saja yang berdosa kepada negara sekalipun mereka anak
istri kita sendiri. Jadikanlah mereka tontonan bagi orang-orang yang sangat
haus akan hiburan segar di televisi. Kita arak mereka seperti halnya
mempertontonkan binatang buas yang taring dan kuku-kukunya telah dicopoti. Jika
perlu bangkainnya kita jadikan umpan untuk memancing atau kita masukan ke dalam
tungku dan abunya kita jadikan kofi. Kofi rasa mayat. Kemudian kita hidangkan
tepat pada hari perayaan kemenangan.
LAKI-LAKI
ITU MEL[5]AKUKAN
GERAKAN–GERAKAN SEPERTI HARIMAU ATAU BINATANG BUAS LAINNYA. IA AMBIL BENTAL
YANG SUDAH KUMAL DI SALAH SATU SUDUT RUANGAN DAN DETIK ITU PULA DIHANCURKAN
OLEH GIGITAN GIGINYA. KEMUDIAN IA AMBIL KAIN BATIK DAN DIPUKULKANNYA KE LANTAI.
Puah
! Matilah kau ! Matilah sahabatku ! Matilah ayahku ! Matilah istriku ! Matilah
anakku ! Matilah anakku !
LAKI-LAKI
ITU MENANGIS PILU DAN TERPURUK DI LANTAI.
SAYUP-SAYUP TERDENGAR LANTUNAN LAGU SEPERTI DI BAWAH INI. MEMILUKAN.
SAYUP-SAYUP TERDENGAR LANTUNAN LAGU SEPERTI DI BAWAH INI. MEMILUKAN.
Sunyi
Senyap
Tak ada lagi kasih
Senyap
Tak ada lagi kasih
Tak
ada lagi sayang
Semuanya
berlalu begitu cepat
Bersemayam
dalam mimpi
Dengan
hari tanpa siang, tanpa malam
Sendiri
MASIH
DALAM KESEDIHAN LAKI-LAKI ITU BERDIRI.
Sekarang tak satupun diantara kursi-kursi itu mau bersahabat denganku. Bahkan kerabat dekat beserta sebagian besar anggota parlemen yang pernah kuberi kelayakan hidup, agar terus mau menjaga kursi kebesaranku juga turut mencibir dan meludahiku dengan dahak paling kental seperti aku lakukan pada penghianat-penghianat yang telah mendahului menemukan kebebasannya di alam baka sana.
MARAH
Dasar
tak tahu diri. Jahanam ! Kutu busuk ! Ya. Ayahku jahanam, istriku kutu busuk.
Penjahat ! Penghianat ! Aku penjahat, mereka penghianat. Anakku…. Anakku
satu-satunya, mutiara bangsa ini telah menjadi korban kejahatan dan kebusukan
hati kami. Nur… Nurani, maafkan ayah nak. Kamu benar, kamu juga menang. Betul,
ayah tak ubahnya seperti kaus kaki bolong yang tampak indah jika diselimuti
sepatu yang mengkilap. Dan kini kutukamu menjadi kenyataan. Ayah telah
kehilangan segala-galanya termasuk sepatu yang menyelimuti kaus kaki bolong
itu. Ayah betul-betul terasing. Jalan - jalan, gang - gang seketika menjadi
buntu. Pintu-pintu, jendela – jendela semua tertutup rapat. Sekarang ayah hanya
bisa terpaku di sini, dalam kesunyian yang mencekam.
TERDENGAR
BUNYI BEL
Bel
terakhir telah tiba. Sebentar lagi mereka datang menjemputku. Selamat tinggal
tembok-tembok bisu. Selamat tinggal mentari, selamat tinggal rembulan. Selamat
tinggal kenangan. Kini tiba saatnya aku menggayuh sampan, menempuh hidup baru
yang pasti. Sendiri. Tak bisa lagi merindu, tak bisa lagi berharap. Nurani
pelita hatiku, damailah kau di sana. Bergembiralah walau kau tak sempat
menyaksikan kenyataan hidup hari ini. Mimpimu sudah berangsur menjadi
kenyataan. Senyumlah, sebentar lagi ayah akan datang menyusulmu. Kita akan
dendangkan tembang kebebasan dan menari bersama lagi. Ya, menari. Menarilah
anakku, menarilah, menarilah.
LAKI-LAKI
ITU MENARI. LALU MEBARINGKAN TUBUHNYA DAN MELANTUNKAN TEMBANG TANPA KATA-KATA.
SESEORANG
MENUTUP TUBUH LAKI-LAKI ITU DENGAN KAIN BATIK PERSIS SEPERTI ADEGAN AWAL.
www.teaterpetass.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar