Oleh : al Ustadz Saifudin
Zuhri, Lc.
الحَمْدُ لِلهِ مُقَدِّرِ الْمَقْدُوْرِ وَمُصَرِّفِ
اْلأَيَّامِ وَالشُّهُوْرِ، وَأَحْمَدُهُ عَلَى جَزِيْلِ نِعَمِهِ وَهُوَ
الْغَفُوْرُ الشَّكُوْرُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
قَدِيْرٍ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْبَشِيْرُ
النَّذِيْرُ وَالسِّرَاجُ الْمُنِيْرُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ
وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا إِلَى الْبَعْثِ وَالنُّشُوْرِ،
أَمَّا بَعْدُ: فَأُوْصِيْكُمْ-أَيُّهَا النَّاسُ-وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ
عَزَّ وَجَلَّ، فَاتَّقُوْا اللهَ رَحِمَكُمُ اللهُ فَبِهَا الْفَلاَحُ
وَالسَّعَادَةُ وَالنَّجَاحُ
Ma’asyiral muslimin
rahimakumullah,
Segala
puji bagi Allah Subhanahu wata’ala yang telah
menetapkan keutamaan yang besar bagi hamba-hamba yang dikehendaki-Nya.
Kami memuji dan bersyukur kepada-Mu, ya Allah, atas kenikmatan bertemu dengan
bulan Ramadhan, lebih-lebih pada sepuluh hari terakhir di bulan yang mulia ini.
Saya bersaksi bahwa tidak ada yang berhak untuk diibadahi dengan benar selain
Allah Subhanahu wata’ala semata, serta saya bersaksi
bahwa Nabi MuhammadShallallahu ‘alaihi wasallam adalah
hamba dan utusan-Nya.
Shalawat dan salam semoga
senantiasa Allah Subhanahu wata’ala curahkan
kepada beliau, keluarga, para sahabat, dan kaum muslimin yang
bersungguh-sungguh dalam mengikuti jalannya.
Hadirin rahimakumullah,
Marilah
kita bertakwa kepada Allah Subhanahu wata’ala dengan
sebenar-benar takwa. Dengan bertakwa, seseorang akan ditinggikan derajatnya dan
menjadi hamba yang mulia di sisi-Nya. Oleh karena itu, marilah kita mewujudkan
ketakwaan dalam hati kita dengan senantiasa menjalankan perintah-perintah-Nya
dan menjauhi seluruh larangan-Nya.
Jama’ah jum’ah rahimakumullah,
Seakan-akan
baru saja kita bertemu dengan awal bulan yang mulia ini, ternyata sekarang kita
sudah mendekati pengujung bulan yang penuh kebaikan ini. Hari-hari yang penuh
dengan keutamaan ini akan terus berjalan meninggalkan kita serta akan menjadi
saksi di hadapan AllahSubhanahu wata’ala atas
seluruh amalan dan perbuatan kita.
Hadirin rahimakumullah,
Di
antara ibadah yang sangat dianjurkan untuk dilakukan pada sepuluh hari yang
terakhir di bulan yang mulia ini adalah i’tikaf. Sebab, demikianlah yang
dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana
disebutkan dalam hadits,
كَانَ رَسُولُ اللهِ صل الله عليه وسلم
يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ
“Dahulu
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam beri’tikaf pada sepuluh hari
yang terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR.
al-Bukhari)
I’tikaf
adalah menetap secara terus-menerus di dalam masjid untuk beribadah dan
mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wata’ala.
I’tikaf ini bisa dilakukan di setiap masjid yang ditegakkan di dalamnya shalat
berjamaah dan lebih utama jika ditegakkan pula shalat Jum’at.
Jama’ah jum’ah rahimakumullah,
Sungguh
menakjubkan keadaan orang yang beri’tikaf. Hari-harinya dipenuhi dengan
menyendiri dari manusia untuk berhubungan dengan Yang Mahakuasa. Dia tinggalkan
kesibukan dunianya untuk menjalankan ketaatan kepada Allah Subhanahu wata’ala. Dia tidak keluar dari masjid selain
untuk keperluan yang harus dilakukan, seperti bersuci, buang hajat, dan
semisalnya; atau untuk makan dan minum kalau tidak ada yang menyediakannya di
masjid. Bahkan, dia tidak keluar untuk menjenguk orang sakit atau bertakziah
dan mengiringi jenazah.
Dia
sibukkan dirinya dengan berzikir, berdoa, shalat, dan ibadah lainnya. Adapun
yang dilakukan oleh sebagian orang, yaitu banyak ngobrol dengan orang lain
ketika i’tikaf, hal ini tidak tepat.
Hadirin rahimakumullah,
Perlu
diketahui pula, seseorang tidak boleh meninggalkan tugas yang telah menjadi
kewajibannya -para pegawai misalnya- untuk menjalankan i’tikaf. Sebab,
menjalankan amanat adalah perkara yang wajib, maka tidak boleh dikalahkan
dengan i’tikaf yang hukumnya sunnah. Meski demikian, dia bisa memperbanyak
tinggal di masjid untuk beribadah, karena ketaatan di bulan ini lebih tinggi
nilainya daripada ketaatan di bulan lainnya.
Oleh
karena itu, semestinya setiap orang berusaha meningkatkan amal ibadahnya,
lebih-lebih pada sepuluh hari yang terakhir. Hal ini sebagaimana yang
dicontohkan oleh RasulullahShallallahu ‘alaihi wasallam,
sebagaimana dalam hadits,
أَنَّ النَّبِيَّ صل الله عليه وسلم كَانَ
يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ اْلأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِي غَيْرِهِ
“Sesungguhnya
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersungguh-sungguh beribadah pada sepuluh hari yang terakhir tidak
seperti pada hari-hari yang lainnya.” (HR. Muslim)
Di
antara sebab ditingkatkannya ibadah pada sepuluh hari yang terakhir adalah
karena saat itu ada malam yang disebut lailatul qadar.
Malam yang penuh dengan kebaikan bagi orang-orang yang mengisinya dengan
ketaatan. Malam yang seluruh malaikat secara bertahap turun dari tempatnya di
langit menuju bumi ini. Malam yang amalan seseorang di malam tersebut setara
dengan amalan yang dilakukan lebih dari seribu bulan. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ ()
وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ () لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ
أَلْفِ شَهْرٍ () تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم
مِّن كُلِّ أَمْرٍ
“Sesungguhnya Kami telah
menurunkannya (al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu, apakah malam
kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam
itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk
mengatur segala urusan.” (al-Qadr: 1-4)
Sungguh
beruntung orang-orang yang bisa memanfaatkan kesempatan yang mulia ini dengan
berbagai amal saleh. Ia bisa meraih keuntungan yang berlipat-lipat. Kabar
gembira bagi mereka dengan ucapan yang dikatakan kepada penduduk surga,
sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala,
كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا كُنتُمْ
تَعْمَلُونَ
“(Dikatakan kepada mereka
penduduk surga), “Makan dan minumlah dengan penuh kenikmatan sebagai balasan
dari apa yang telah kamu kerjakan(waktu di dunia).” (ath-Thur:
19)
Sungguh,
kerugian yang besar bagi orang-orang yang tetap di atas
kemaksiatan-kemaksiatannya selama bulan Ramadhan. Sebab, kemaksiatan di bulan
Ramadhan yang mulia tidak sama dengan kemaksiatan yang dilakukan di luar
Ramadhan, meskipun kemaksiatan tidak boleh dilakukan kapan pun dan di bulan apa
pun. Hanya saja, kemaksiatan di bulan ini menunjukkan ketidakpedulian seseorang
terhadap dirinya dan jeleknya akhlak orang yang melakukannya.
Oleh
karena itu, marilah kita jadikan bulan yang mulia ini sebagai saat untuk
bertobat kepada Allah Subhanahu wata’ala dan
memulai lembaran baru dengan amalan-amalan saleh dan ketakwaan kepada-Nya.
Ingatlah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ
رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ
“Sangatlah merugi orang yang
berjumpa dengan bulan Ramadhan, namun berpisah sebelum diampuni
dosa-dosanya.” (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi, beliau mengatakan, “Hadits hasan
gharib.”)
Maka
dari itu, di atas mimbar ini, kami mengajak diri kami dan kaum muslimin yang
masih terjatuh pada dosa-dosa besar untuk bertobat kepada Allah Subhanahu wata’ala; yang durhaka kepada orang tua untuk
berbakti kepada orang tuanya; yang memutus silaturahmi untuk menyambung kembali
silaturahmi dengan kerabatnya; yang meninggalkan shalat berjamaah untuk segera
memperbaiki keadaannya.
Apalagi
yang masih terjatuh pada dosa besar yang paling besar, seperti perbuatan
menyembelih untuk dipersembahkan kepada selain Allah Subhanahu wata’ala, yang diistilahkan dengan sedekah
bumi atau sedekah laut, membenarkan perkataan para dukun atau peramal, serta
mengeramatkan kuburan dan menjadikan orang yang dimakamkan sebagai perantara
untuk meminta kepada Allah Subhanahu wata’ala,
dan lain sebagainya.
Bertobatlah kepada
Allah Subhanahu wata’ala, pelajarilah agama ini dengan benar.
Janganlah mengikuti ucapan setiap orang yang berbicara tentang agama ini
sedangkan kita belum yakin tentang dasar pijakannya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى
اللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحًا عَسَىٰ رَبُّكُمْ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمْ
سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
“Wahai orang-orang yang beriman,
bertobatlah kepada Allah dengan tobat nasuha (tobat yang semurni-murninya).
Mudah-mudahan Rabb kalian akan menghapus kesalahan-kesalahan kalian dan
memasukkan kalian ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.”(at-Tahrim:
8)
Hadirin rahimakumullah,
Marilah
kita tutup bulan Ramadhan ini dengan akhir yang baik. Sebab, sebagaimana amalan
itu akan dibalas sesuai dengan niatnya, amalan juga tergantung bagaimana
penutupannya. Maka dari itu, marilah kita terus melakukan amalan ibadah yang selalu
kita amalkan sejak awal hingga akhir Ramadhan.
Bahkan, setelah berakhirnya
bulan ini pun tidak berarti kita berhenti beramal saleh. Istiqamahlah dalam
menjalankan shalat tarawih berjamaah sampai akhir Ramadhan ini untuk
mendapatkan apa yang disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى
يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ.
“Sesungguhnya barang siapa yang
shalat (tarawih) bersama imam sampai selesai (salam), akan ditulis baginya
pahala orang yang shalat semalam penuh.” ( HR. Ahlus Sunan dan dinyatakan sahih oleh
asy-Syaikh al-Albani)
Begitu
pula istiqamahlah dalam menjalankan puasa dan membaca al-Qur’an, apalagi shalat
lima waktu secara berjamaah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
الصِّيَامُ وَاْلقُرْآنُ يَشْفَعَانِ
لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَيَقُوْلُ الصِّيَامُ: أَيْ رَبِّ، مَنَعْتُهُ
الطَّعَامَ وَالشَّهْوَةَ فَشَفِّعْنِي فِيْهِ؛ وَيَقُوْلُ الْقُرْآنُ: مَنَعْتُهُ
النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِي فِيْهِ؛ قَالَ: فَيَشْفَعَانِ.
“Puasa dan al-Qur’an akan
memberikan syafaat kepada seorang hamba pada hari kiamat. Puasa akan berkata,
‘Wahai Rabb, aku telah mencegah dia dari makan dan syahwat, maka izinkanlah aku
memberikan syafaat untuknya.’ Al-Qur’an juga berkata, ‘Aku mencegah dia dari
tidur di malam hari, maka izinkanlah aku memberikan syafaat untuknya.’
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Keduanya (yaitu puasa dan al-Qur’an) pun memberikan
syafaat (kepada si hamba).” ( HR. Ahmad, dinyatakan
sahih oleh asy-Syaikh al-Albani)
Akhirnya,
mudah-mudahan Allah Subhanahu wata’ala memberikan
taufik-Nya kepada kita semua dan menerima seluruh amalan kita.
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ
وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ اْلعَزِيزُ اْلغَفُوْرُ،
أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، يُحْيِي
وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اْلبَشِيْرُ النَّذِيْرُ وَالسِّرَاجُ الْمُنِيْرُ، صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْرًا. أمَّا
بَعْدُ:
Ma’asyiral muslimin
rahimakumullah,
Perlu
diketahui, sekarang kita berada pada sebaik-baik hari di bulan Ramadhan. Kita
telah berada pada sepuluh terakhir di bulan yang istimewa ini. Barang siapa
bersungguh-sungguh sejak awal bulan Ramadhan, lanjutkanlah dan tingkatkanlah
amal salehnya untuk mendapatkan keberuntungan yang berlipat-lipat. Barang siapa
sebaliknya, segeralah bertobat dan segera menyusul berlomba-lomba untuk beramal
saleh.8800
Hadirin rahimakumullah,
Pada
akhir bulan Ramadhan ini juga ada kewajiban besar yang harus diperhatikan oleh
kita semua, yaitu kewajiban mengeluarkan zakat fitrah. Zakat ini berupa makanan
pokok sebanyak satu sha’ atau
sekitar tiga kilogram, diberikan kepada yang berhak menerimanya sebelum shalat
‘ied, atau boleh pula satu-dua hari sebelumnya. Disebutkan dalam hadits dari
Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu,
dia berkata,
كُنَّا نُخْرِجُ إِذْ كَانَ فِينَا رَسُولُ
اللهِ صل الله عليه وسلم زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ كُلِّ صَغِيرٍ وَكَبِيرٍ، حُرٍّ
أَوْ مَمْلُوكٍ، صَاعًا مِنْ طَعَامٍ …
“Dahulu di saat Rasulullah
bersama kami, kami mengeluarkan zakat fitrah atas anak kecil maupun orang
dewasa, baik yang merdeka maupun budak, sejumlah satu sha’ dari makanan (pokok).” (HR. Muslim)
Hadits
ini menunjukkan tidak bolehnya mengeluarkan zakat fitrah kepada yang
menerimanya dalam bentuk uang, karena demikianlah yang dilakukan di masa
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan pada waktu itu
sudah ada alat tukar yang berfungsi seperti uang di masa ini. Maka dari itu,
janganlah kita menyelisihi suri teladan kita dalam menjalankan ibadah kepada
Allah Subhanahu wata’ala.
Di
samping itu, zakat fitrah ini harus benar-benar diberikan kepada yang berhak
menerimanya, yaitu fakir miskin. Sebagaimana ditunjukkan oleh al-Qur’an dan
hadits, zakat fitrah dan zakat mal ini tidak boleh digunakan untuk pembangunan
masjid, madrasah, pondok pesantren, atau kegiatan-kegiatan dakwah atau sosial
yang diselenggarakan oleh organisasi-organisasi atau yayasan-yayasan. Zakat
harus diberikan kepada yang berhak sebagaimana telah diatur oleh syariat.
Jama’ah jum’ah rahimakumullah,
Di
antara amalan yang sangat ditekankan -bahkan dikatakan wajib oleh sebagian para
ulama-adalah melakukan shalat ‘Ied setelah keluar dari bulan Ramadhan, yaitu
hari pertama bulan Syawal. Karena itu, kaum muslimin baik laki-laki maupun
perempuan janganlah meninggalkan amalan yang besar ini.
Namun,
perlu diketahui bahwasanya shalat ‘Iedul Fitri adalah amalan yang
bersifat jama’i(bersama-sama) dan cara menetapkannya ditentukan
oleh syariat. Maka dari itu sudah semestinya bagi seluruh kaum muslimin di
negeri ini untuk tidak berselisih atau membuat aturan baru dalam hal
menetapkannya.
Tidak sepantasnya bagi
siapa pun untuk menetapkan jatuhnya hari ‘Iedul Fitri sebelum saatnya. Untuk
menjaga kebersamaan, penetapannya harus diserahkan kepada pemerintah.
Akhirnya, mudah-mudahan
Allah Subhanahu wata’ala senantiasa menunjukkan kepada
kita bahwa yang benar adalah benar sehingga kita menjalankannya, dan
menunjukkan yang salah adalah salah sehingga kita menjauhinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar