BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu upaya untuk memberdayakan potensi ekonomi bangsa
serta membangun sebuah masyarakat yang mandiri adalah melahirkan sebanyak-
banyaknya wirausahawan baru. Asumsinya sederhana, kewirausahaan (entrepreneurship)
pada dasarnya adalah kemandirian, terutama kemandirian ekonomis; dan
kemandirian adalah keberdayaan. Upaya pembentukan calon wirausahawan baru
sangatlah tidak gampang. Hal ini dikarenakan kewirausahaan memuat nilai-nilai
yang diwujudkan dalam perilaku seseorang sebagai dasar sumber daya, tenaga
penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses, dan tujuan hasil yang diharapkan. Jiwa
kewirausahaan ini ada pada setiap orang yang menyukai perubahan, pembaharuan,
kemajuan, dan tantangan resiko.
Dalam konteks ini maka seorang pemimpin harus memiliki jiwa
entrepreneurship yang dibutuhkan untuk mengelola sumber daya yang dimiliki.
Begitupun bagi seorang pemimpin pendidikan. Bahkan boleh dikatakan syarat
mutlak seorang pemimpin adalah harus memiliki jiwa kewirausahaan. Dengan
demikian seorang pemimpin tersebut terbentuk keberanian, keutamaan, dan
keperkasaan dalam memenuhi kebutuhan serta mampu memecahkan permasalahan dengan
kekuatan yang ada pada dirinya melalui pemberdayaan sumber daya para bawahan.
Kewirausahaan menyangkut semua aspek kehidupan manusia, tidak hanya terbatas
pada kehidupan ekonomi. Melainkan juga semua aspek-aspek kehidupan lainnya,
termasuk kepemimpinan.
Hubungan antara pendidikan dan ekonomi adalah sangat erat.
Peranan ekonomi dalam pendidikan cukup menentukan, tetapi bukan pemegang
peranan utama. Fungsi ekonomi dalam dunia pendidikan adalah untuk menunjang
kelancaran proses pendidikan. Bukan merupakan modal untuk dikembangkan, bukan
untuk mendapatkan keuntungan. Ekonomi pendidikan sama fungsinya dengan
sumber-sumber pendidikan yang lain, seperti guru, kurikulum, alat peraga dan
sebagainya untuk menyukseskan misi pendidikan, yang semuanya bermuara pada
perkembangan peserta didik. Ekonomi merupakan salah satu bagian sumber
pendidikan yang membuat anak mampu menciptakan lapangan kerja sendiri, cinta
pada pekerjaan halus maupun kasar, memiliki etos kerja, dan bisa hemat.4 Di
sinilah letak manajemen kewirausahaan pendidikan diperlukan kiprahnya.
Selain sebagai penunjang proses pendidikan, ekonomi
pendidikan juga berfungsi sebagai materi pelajaran dalam masalah ekonomi dalam
kehidupan manusia. Seperti diketahui, anak-anak jika dewasa kelak, hidupnya
tidak akan bisa lepas dari masalah-masalah ekonomi. Karena itu, salah satu
tugas perkembangan yang harus mereka laksanakan adalah mengembangkan diri
bertalian dengan ekonomi, seperti telah disebutkan di atas tadi. Untuk mencapai
sasaran itu pendidikan perlu menyiapkan materi atau lingkungan belajar yang
mengandung nilai perekonomian. Kedua hal ini, yakni konsep manajemen pendidikan
berbasis kewirausahaan, dan muatan nilai-nilai materi pembelajaran yang terkait
perekonomian harus mendapatkan perhatian serius. Baik dari pemerintah selaku
pengambil kebijakan, praktisi pendidikan yang bertindak sebagai perumus ide,
dan juga para pengelola lembaga pendidikan yang sekaligus merealisasikan konsep
pemikiran itu di lapangan lembaga pendidikan formal, nonformal, maupun
informal. Perhatian masyarakat akan pentingnya ekonomi pendidikan dalam
pengelolaan lembaga pendidikan di Indonesia kurang serius. Hal ini terlihat
jelas dalam praktik manajemen sekolah. Kebanyakan sekolah mengandalkan kucuran
dana dari pemerintah, dan membebankan biaya pendidikan seluruhnya ke wali
murid. Ini tentu bertolak belakang dengan cita-cita pendidikan nasional. Hingga
pada akhirnya pendidikan cuma milik mereka yang berkantong tebal. Rakyat miskin
sulit mengenyam pendidikan secara utuh.
Pesantren adalah corak asli pendidikan Indonesia. Dalam
sejarahnya pesantren telah melahirkan beberapa tokoh-tokoh bangsa, tokoh
politik, pakar pendidikan, ulama, da’i dan wirausahawan. Namun masih jarang
mencetak tokoh bisnis (businessman). Hal ini disebabkan masih berkutatnya
pesantren menggeluti keilmuan yang bersifat teoritis murni. Artinya, sentuhan
kurikulum kecakapan hidup belum sepenuhnya terjamah. Pesantren kebanyakan
mementingkan ranah kognitif dan afektif. Untuk psikomotor masih belum terasah
tuntas. Apalagi yang berkaitan dengan unsur keduniawian. Tujuan ukhrawi tetap
mendapatkan tempat prioritas utama.
Memang titik pusat pengembangan keilmuan di pesantren adalah
ilmu- ilmu agama. Tetapi setidaknya, ilmu agama tidak akan berkembang dengan
baik tanpa ditunjang ilmu-ilmu lain (ilmu sosial, humaniora, teknik, dan
kealaman). Maka sebaiknya ilmu-ilmu tersebut bisa diajarkan oleh sebagian
pesantren. Ilmu tersebut sebagai penunjang bagi ilmu-ilmu agama. Ilmu agama
tetap jadi orientasi keilmuan pesantren, sementara ilmu umum harus dipandang
sebagai suatu tantangan atau bahkan kebutuhan. Tantangan untuk mengkolaborasikan
keilmuan umum dan agama itu merupakan salah satu tugas berat yang harus
dilaksanakan pesantren. Sebagai contoh, ilmu kewirausahaan bernuansa agama
Islam.
Untuk itu pesantren memerlukan inovasi kurikulum. Inovasi
dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah
tertentu. Misalnya, untuk meningkatkan keefektifan pesantren diharapkan
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Pesantren (MPMBP); untuk meningkatkan
kualitas dan relevansi pesantren diterapkan kurikulum berbasis kompetensi dan
pendidikan berorientasi pada kecakapan hidup (life skill), SUMIT (School Using
Multiple Intelligence); untuk mengatasi akurasi data pendidikan digunakan data
base computer dan sebagainya.Semua itu masih akan berlanjut sejalan dengan
dinamika masyarakat global.
Uraian di atas mengisyaratkan bahwa perubahan dan
perkembangan pesantren merupakan konsekuensi logis dari dinamika masyarakat
yang menjadi kelemahan utama. Kelangsungan pesantren, baik pada lingkup lokal,
nasional, dan global. Atas dasar ini kurikulum pesantren dapat dita’rifkan
sebagai upaya pembaharuan pesantren di bidang kurikulum sebagai akibat
kehidupan masyarakat yang berubah dalam rangka mendukung pendidikan yang dapat
memenuhi kebutuhan santri.
Di samping bertujuan meringankan beban biaya wali siswa juga
memudahkan lembaga dalam meningkatkan kualitas program pendidikan. Tanpa lagi
tersandung masalah keringnya keuangan. Minimnya anggaran di lembaga pendidikan
tanah air kita disinyalir menyebabkan mutu yang rendah. Utamanya yang dialami
lembaga pendidikan Islam. Meski tidak semuanya.
Berdasarkan latar belakang inilah pemakalah tertarik untuk
mengkaji tentang pelaksanaan manajemen kewirausahaan, penerapan nilai-nilai
kewirausahaan dalam praktik manajemen pendidikan, dan pemanfaatan potensi
ekonomis untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
BAB II
MANAJEMEN KEWIRAUSAHAAN DALAM PENDIDIKAN
MANAJEMEN KEWIRAUSAHAAN DALAM PENDIDIKAN
A. Prinsip-Prinsip Manajemen Kewirausahaan
Setidaknya
ada enam prinsip yang harus yang harus ada dalam manajemen kewirausahaan.
1.
Percaya
diri dan optimis,-
Kepercayaan diri merupakan suatu paduan sikap dan keyakinan seseorang dalam
menghadapi tugas atau pekerjaan. Dalam praktiknya ini merupakan sikap dan
keyakinan untuk menilai, melakukan dan menyelesaikan suatu tugas dan pekerjaan
yang dihadapi. Oleh sebab itu kepercayaan diri memiliki nilai keyakinan,
optimisme, individualitas, dan tidak ketergantungan seseorang yang memiliki
kepercayaan diri cenderung memiliki keyakinan akan kemampuannya untuk mencapai
keberhasilan.
2.
Berorientasi
Tugas dan Hasil,-
Seseorang yang selalu mengutamakan tugas dan hasil adalah orang yang selalu
mengutamakan nilai-nilai motif berprestasi, berorientasi pada laba, ketekunan
dan ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai dorongan kuat, energik dan
berinisiatif. Berinisiatif artinya selalu ingin mencari dan memulai. Untuk
memulai diperlukan niat dan tekad yang kuat, serta karsa yang besar.
3.
Keberanian
Mengambil Resiko,-
Kemauan atau kemampuan untuk mengambil resiko merupakan salah satu nilai utama
dalam kewirausahaan. Wirausaha yang tidak mau mengambil resiko akan sukar
memulai atau berinisiatif. Orang yang berani menanggung resiko adalah orang
yang selalu ingin jadi pemenang dan memenangkan dengan cara yang baik.
Keberanian menanggung resiko menjadi nilai kewirausahaan adalah pengambilan
resiko yang penuh dengan perhitungan dan realistik. Kepuasan yang besar
diperoleh apabila berhasil dalam melaksanakan tugas-tugasnya secara realistik.
4.
Kepemimpinan,- Seorang wirausaha yang berhasil
selalu memiliki sifat kepemimpinan, kepeloporan dan keteladanan. Ia selalu
ingin tampil berbeda, lebih dulu dan lebih menonjol. Dengan menggunakan
kemampuan kreativitas dan keinovasiannya, ia selalu menampilkan barang dan
jasa-jasa yang dihasilkannya dengan lebih cepat, lebih dulu dan segera berada
di pasar. Ia selalu menampilkan produk dengan jasa- jasa baru dan berbeda
sehingga ia menjadi pelopor baik dalam proses produksi maupun pemasarannya. Ia
selalu memanfaatkan perbedaan sebagai suatu yang menambah nilai. Karena itu
perbedaan bagi seseorang yang memiliki jiwa kewirausahaan merupakan sumber
pembaharuan untuk menciptakan nilai. Ia selalu ingin bergaul untuk mencari
peluang, terbuka untuk menerima kritik dan saran yang kemudian dijadikan
peluang dalam karya dan karsanya. Wirausaha selalu ingin tampil baru dan
berbeda. Karya dan karsa yang berbeda akan dipandang sebagai sesuatu yang baru
dan dijadikan peluang.
5.
Berorientasi
ke masa depan,-
Orang yang berorientasi ke masa depan adalah orang yang memiliki perspektif dan
pandangan ke masa depan. Karena ia berpandangan yang jauh ke depan, maka selalu
berusaha untuk berkarsa dan berkarya. Kuncinya pada kemampuan untuk menciptakan
sesuatu yang baru dan berbeda dengan waktu yang sudah ada sekarang. Meskipun
dengan resiko yang mungkin terjadi, ia tetap tabah untuk mencari peluang dan
tantangan demi pembaharuan masa depan. Pandangan yang jauh ke depan membuat
wirausaha tidak cepat puas dengan karsa dan karya yang sudah ada sekarang. Oleh
sebab itu ia selalu mempersiapkannya dengan mencari suatu peluang baru.
6.
Keorisinalan:
kreatifitas dan keinovasian,-
Nilai inovatif, kreatif dan fleksibel, merupakan unsur-unsur keorisinalan
seseorang. Wirausaha yang inovatif adalah orang yang kreatif dan yakin dengan
adanya cara-cara baru yang lebih baik. Ciri-cirinya adalah tidak pernah puas
dengan cara-cara yang dilakukan saat ini meskipun cara tersebut cukup baik,
selalu menuangkan imajinasi dalam pekerjaannya, dan selalu ingin tampil berbeda
atau selalu memanfaatkan perbedaan. Dan berikut ini adalah ciri-ciri
inovasional personality yang kreatif.
a. Openess to experience, yaitu terbuka
terhadap pengalaman. Ia selalu berminat dan tanggap terhadap gejala di sekitar
kehidupannya dan sadar bahwa yang di dalamnya terdapat individu yang
berperilaku sistematik.
b. Creative imagination yaitu kreatif
dalam berimajinasi. Wirausaha memiliki kemampuan untuk bekerja dengan penuh
imajinasi.
c. Confident and content in ones own
evaluation yaitu cakap dan memiliki keyakinan atas penilaian dirinya dan teguh
pendirian.
d. Satisfaction in facing and attacking
problems in resolving confusion or inconsistency, yaitu selalu memiliki
kepuasan dalam menghadapi dan memecahkan persoalan.
e. Has a duty responsibility to
achieve, yaitu memiliki tugas dan rasa tanggung jawab untuk berprestasi.
f. Intelligence and energetic, yaitu
penuh daya imajinasi dan memiliki kecerdasan.
B.
Fungsi-Fungsi Manajemen Kewirausahaan
Manajemen sebagai suatu proses sosial meletakkan pada
interaksi orang-orang, baik orang-orang yang berada di dalam maupun di luar lembaga-
lembaga formal atau orang-orang yang besar di atas maupun di bawah posisi
operasional seseorang. Beberapa orang ahli berargumentasi bahwa proses
manajemen sangat halus dan tidak terpisah sehingga tidak dapat dianalisa ke
dalam komponen-komponen. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menganalisa
proses manajemen ke dalam unsur-unsur komponennya. Henry Fayol adalah orang
pertama yang menganalisanya ke dalam lima fungsi yaitu merencanakan (planning),
mengorganisasi (organizing), memerintah (directing), mengkoordinasi
(coordinating), mengawasi (controlling). Akan tetapi ada pengemabangan
fungsi-fungsi tersebut yang mengklasifikasikan menjadi 10 fungsi. Yaitu antara
lain sebagai berikut:
1.
Perencanaan (planning)
Rencana-rencana dibutuhkan untuk memberikan kepada
organisasi tujuan-tujuannya dan menetapkan prosedur terbaik untuk pencapaian
tujuan-tujuan itu. Rencana memungkinkan organisasi bisa memperoleh dan mengikat
sumberdaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan. Selanjutnya mewakili
para anggota organisasi untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang konsisten
dengan berbagai tujuan dan prosedur terpilih. Dan juga memungkinkan kemajuan
dapat terus dimonitor dan diukur sehingga tindakan korektif dapat diambil bila
tingkat kemajuan tidak memuaskan. Perencanaan ini terdiri dari beberapa
kegiatan.2
a.
Menetapkan
tentang apa yang harus dikerjakan, kapan dan bagaimana cara melakukannya.
b.
Membatasi
sasaran dan menetapkan pelaksanaan-pelaksanaan kerja untuk mencapai efektifitas
maksimum melalui proses penentuan target.
c.
Mengumpulkan
dan menganalisa informasi.
d.
Mengembangkan
alternatif-alternatif.
e.
Mempersiapkan
dan mengkomunikasikan rencana-rencana dan keputusan-keputusan.
Semua fungsi-fungsi lain sangat tergantung pada fungsi
perencanaan ini. Fungsi-fungsi lain tidak akan berhasil tanpa perencanaan dan
pembuatan keputusan yang tepat, cermat dan kontinu. Pada dasarnya perencanaan
merupakan penentuan faktor-faktor, kekuatan, pengaruh dan hubungan-hubungan
dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
2.
Pengorganisasian (organizing)
Pengorganisasian didefinisikan sebagai penataan sekumpulan
tugas ke dalam unit-unit yang dapat dikelola dan penetapan hubungan formal di
antara orang-orang yang diserahi berbagai tugas. Pengorganisasian mencakup dua
aspek. Pertama, pembagian kerja dan pembagian beban kerja kepada
individu-individu atau kelompok-kelompok individu, misalnya dengan pembentukan
departemen-departemen, cabang-cabang, unit-unit dan sebagainya. Kedua,
penentuan jenis-jenis komunikasi, kekuasaan dan wewenang di antara
individu-individu atau kelompok- kelompok individu yang menangani beban-beban
kerja yang telah dibagi- bagi dan menjamin koordinasi dari kegiatan-kegiatan
mereka dalam hubungannya dengan sasaran yang telah ditetapkan. Pengorganisasian
sama halnya dengan merancang dan mengembangkan suatu organisasi yang akan dapat
melaksanakan berbagai program yang direncanakan dengan sukses. Proses ini
meliputi:
a.
Menyediakan
fasilitas-fasilitas, perlengkapan dan tenaga kerja yang diperlukan untuk
penyusunan rangka kerja yang efisien dalam melaksanakan rencana-rencana melalui
suatu proses penetapan kerja yang diperlukan untuk menyelesaikan
rencana-rencana tadi.
b.
Mengelompokkan
komponen kerja ke dalam struktur organisasi secara teratur.
c.
Membentuk
struktur wewenang dan mekanisme koordinasi.
d. Merumuskan dan menentukan metode dan
prosedur.
e.
Memilih,
mengadakan latihan dan pendidik tenaga kerja serta mencari sumber-sumber
lainnya yang diperlukan.
3.
Pengarahan (actuating)
Fungsi pengarahan secara sederhana adalah untuk membuat atau
mendapatkan para bawahan melakukan apa yang diinginkan dan apa yang harus
mereka lakukan. Fungsi ini melibatkan kualitas, gaya dan kekuasaan pemimpin
serta kegiatan-kegiatan kepemimpinan seperti komunikasi, motivasi dan disiplin.
Pengarahan sering disebut dengan bermacam-macam istilah antara lain, leading,
directing, motivating dan actuating.
Bila fungsi perencanaan dan pengorganisasian lebih banyak
menyangkut aspek-aspek abstrak proses manajemen, kegiatan pengarahan langsung
menyangkut orang-orang dalam organisasi. Fungsi manajemen yang ketiga ini
mencakup kerja yang terdiri dari:
a. Menyusun rangka kerja, waktu dan
biaya yang terperinci.
b. Memprakarsai dan menampilkan
kepemimpinan dalam melaksanakan rencana-rencana dengan pengambilan keputusan-
keputusan.
c. Mengeluarkan instruksi-instruksi
yang spesifik.
d. Membimbing, memotivasi dan
mensupervisi.
e. Pemfasilitasian (Facilitating)
Fasilitating merupakan pelayanan khususnya bagi para
karyawan yang bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi para karyawan tersebut.
Tujuan utamanya bukanlah untuk meningkatkan produksi tetapi gairah dan semangat
untuk bekerja. Jasa fasilitatif terdiri atas pelayanan kendaraan, perumahan,
kesehatan, kafetaria, potongan atas pembelian, restoran, dan perpustakaan
perusahaan. Saat ini banyak perusahaan yang juga memberikan layanan yang
meliputi bantuan dan penyuluhan dalam bidang hukum. Dengan pelayanan berupa itu
diharapkan agar para karyawan tidak diganggu oleh masalah-masalah yang tidak
berhubungan langsung dengan produktifitas. Fasilitating hanya bertujuan untuk
memberikan dorongan semangat bagi para karyawan yang terlibat di dalam
organisasi.
5.
Motivasi (Motivating)
Motivasi berasal dari bahasa Latin “movere” yang berarti
“dorongan” atau “daya penggerak”. Motivasi ini hanya berlaku untuk manusia.
Motivasi merupakan suatu kemampuan seseorang untuk meberikan kegairahan,
kegiatan, pengertian, sehingga orang lain mau mendukung dan bekerja secara suka
rela untuk mencapai tujuan organisasi sesuai dengan tugas yang dibebankan
kepadanya. Motivasi dapat juga diartikan sebagai keadaan kejiwaan dan sikap
mental manusia yang memberikan energi, mendorong kegiatan atau moves dan mengarah
atau menyalurkan perilaku ke arah mencapai kebutuhan yang member kepuasan atau
mengurangi ketidakseimbangan. Motivasi merupakan masalah yang kompleks dan
vital dalam suatu organisasi.
Fungsi motivasi berkenaan dengan perilaku manusia dalam
organisasi adalah bagaimana agar manusia itu mau mendukung dan bekerja untuk
suatu gagasan tertentu. Perilaku manusia tergantung pada emosi, stamina,
semangat, cita-cita, dan adat istiadat yang melatarbelakangi manusia tersebut.
Dengan kata lain motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan,
dan memelihara perilaku manusia agar tetap pada keseimbangan upaya untuk
mengarah pada tujuan organisasi. Secara singkat motivasi adalah bagian integral
dari jalinan kerja dalam rangka proses pembinaan, pengembangan, dan pengarahan
sumber daya manusia dalam suatu organisasi.
Memotivasi sangat sulit. Hal ini dikarenakan adanya
kebutuhan- kebutuhan (needs) dan keinginan-keinginan (wants) yang dimiliki
manusia. Kebutuhan tersebut timbul akibat adanya berbagai hubungan. Kebutuhan
dapat berwujud fisik biologis ataupun sosial ekonomi. Akan tetapi yang lebih
penting adalah adanya kebutuhan yang bersifat sosial psikis, seperti
penghargaan, pengakuan, keselamatan, perlindungan, keamanan, jaminan sosial,
dan lain sebagainya. Teori motivasi Maslow menyebutkan manusia adalah makhluk
sosial yang berkeinginan. Ia selalu menginginkan lebih banyak. Keinginan itu
terus menerus baru berhenti setelah mati. Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan
tidak menjadi alat motivasi bagi pelakunya. Hanya kebutuhan yang belum
terpenuhi yang menjadi alat motivasi.
Teori Maslow juga menyatakan kebutuhan manusia itu
bertingkat- tingkat (hirarki). Antara lain kebutuhan fisik (physciological
needs), kebutuhan sosial (social needs/affiliation or acceptance needs),
kebutuhan harga diri atau pengakuan dan penghargaan (esteem or status or
needs), dan kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs). Di dalam
ilmu manajemen motivasi terdiri dari berbagai kegiatan yang antara lain
seleksi, komunikasi, partisipasi, appraisal, counseling, coaching, training,
compensation, direction, dismissal, dan incentives. Adapun tujuan pemberian
motivasi adalah sebagai berikut:
a.
Mendorong
gairah dan semangat kerja karyawan
b.
Meningkatkan
moral dan kepuasan kerja karyawan
c.
Meningkatkan
produktivitas kerja karyawan
d.
Mempertahankan
loyalitas dan kestabilan karyawan
e.
Meningkatkan
kedisiplinan
f.
Mengefektifkan
pengadaan karyawan
g.
Menciptakan
suasana dan hubungan kerja yang baik
h.
Meningkatkan
kreatifitas dan partisipasi karyawan
i.
Mempertinggi
tanggung jawab
j.
Meningkatkan
efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku
k.
Dan
lain sebagianya
6.
Pemberdayaan (Empowering)
Pada masa yang lalu untuk meningkatkan kemampuan sumber daya
manusia organisasi dilakukan melalui pendidikan dan pengembangan. Cara tersebut
secara bertahap mulai ditinggalkan karena dinilai terlalu bersifat top-down
sehingga kurang mampu mengembangkan kreatifitas dan sumber daya manusia
karyawan. Sekarang ini lebih dikenal sebagai pemberdayaan (empowering) sumber
daya manusia karena dinilai sebagai pendekatan yang bersifat bottom-up.
Memberdayakan orang berarti mendorong mereka mejadi lebih
terlibat dalam keputusan dan aktifitas yang memengaruhi pekerjan mereka. Dengan
demikian pemberdayaan berarti memberi mereka kesempatan untuk menunjukkan bahwa
mereka dapat memberikan gagasan baik dan mempunyai keterampilan mewujudkan
gagasannya menjadi realitas. Pemberdayaan merupakan perubahan yang terjadi pada
falsafah manjemen yang dapat membantu menciptakan suatu lingkungan di mana
setiap individu dapat menggunakan kemampuan dan energinya untuk meraih tujuan
organisasi.31 Seorang karyawan memiliki wewenang dan berinisiatif untuk
melakukan sesuatu yang dipandang perlu jauh melebihi tugasnya sehari-hari.
Sementara Newstrom dan Davis menyatakan bahwa pemberdayaan
merupakan setiap proses yang memberikan otonomi yang lebih besar kepada pekerja
melalui saling menukar informasi yang relevan dan ketentuan tentang pengawasan
atas faktor-faktor yang memengaruhi prestasi kerja. Pemberdayaan membantu
menghilangkan kondisi yang menyebabkan ketidakberdayaan sambil meningkatkan
perasaan self-efficacy karyawan. Self-efficacy adalah suatu perasaan bahwa
dirinya mampu menyelesaikan pekerjaan apa saja yang diberikan kepadanya.
Dengan demikian pemberdayaan adalah suatu proses untuk
menjadikan orang menjadi lebih berdaya atau lebih berkemampuan menyelesaikan
masalahnya sendiri dengan cara memberikan kepercayaan dan kewenangan sehingga
menumbuhkan rasa tanggung jawabnya.
7. Organisasi Pembelajaran (Learning Organization)
Learning Organization pada dasarnya merupakan tugas manajer
untuk menciptakan iklim kerja yang selalu mengarah pada peningkatan sumber daya
manusia untuk menghasilkan mutu dan produktifitas setinggi-tingginya.
Pembelajaran ini memiliki peranan yang sangat penting demi majunya organisasi.
Seseorang harus selalu mendorong orang- orangnya ke arah perkembangan
organisasi yang positif, kreatif dan produktif. Di samping itu juga harus mampu
mengantisipasi keperluan- keperluan dan kemungkinan-kemungkinan di masa datang
yang selalu berubah akibat kemajuan teknologi, perekonomian dan perubahan
sosial. Sebaliknya manajer juga harus mampu memperkirakan kemunduran (cutback)
dengan persiapan mental yang cukup. Learning organization atau organisasi pembelajaran
adalah sebuah organisasi yang membangun kapasitas menyesuaikan dan berubah
secara terus-menerus. Jika suatu organisasi pembelajaran melakukan kesalahan,
mereka dapat menempuh apa yang dinamakan single-loop learnig atau double-loop
learning.
Dalam hal single-loop learning, apabila terjadi kesalahan,
dikoreksi dengan double-loop learning, apabila terdapat kesalahan dikoreksi
dengan memodifikasi objektif, kebijakan, dan standar rutin organisasi.
Kreitner dan Kinicki mendefinisikan learning organization
sebagai organisasi secara proaktif menciptakan, mendapatkan dan mentransfer
pengetahuan dan yang mengubah perilakunya atas dasar pengetahuan dan wawasan
baru. Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan seorang manajer untuk
menjadikan organisasinya menjadi learning organization. Antara lain adalah:
a.
Menciptakan
strategi,- Penciptaan strategi dilakukan agar manajemen bersedia membuat
komitmen secara eksplisit terhadap perubahan, melakukan inovasi dan perbaikan
terus-menerus.
b.
Merancang
ulang struktur orgasnisasi,- Ini dilakukan dengan meratakan struktur,
membatasi, dan mengkombinasikan departemen, dan meningkatkan penggunaan tim
lintas fungsi, saling ketergantungan diperkuat dan batas-batas di antara orang
dikurangi.
c.
Membentuk
kembali budaya organisasi,- Budaya organisasi dibentuk kembali sehingga sebagai
learning organization mempunyai karakteristik suka mengambil resiko,
memperlihat keterbukaan dan pertumbuhan.
Manajer perlu mempertontonkan tindakan dalam pengambilan
resiko dan memberikan peluang untuk kegagalan merupakan sifat yang diinginkan.
Artinya menghargai orang yang mengambil kesempatan dan membuat kesalahan.
Manajemen perlu mendorong konflik fungsional.
8. Pembaruan (Innovating)
Innovating adalah suatu proses sistematis dalam menerapkan
pengetahuan, sarana, sumber daya yang diperlukan untuk memengaruhi perubahan
pada orang yang akan terkena dampak dari proses tersebut. Inovasi merupakan
jenis perubahan khusus, berbeda dengan “change” yang berarti membuat sesuatu
yang berbeda. Inovasi adalah gagasan baru yang diaplikasikan untuk memulai atau
memperbaiki produk, proses, atau jasa. Sebagai sumber untuk inovasi adalah
variabel struktural. Fungsi manajemen ini ditujukan untuk memberikan solusi
bisnis yang diperlukan dengan sukses dengan cara yang terorganisasi dan dengan
metode melalui pengelolaan dampak perubahan pada orang yang terlibat di
dalamnya. Pengelolaan innovating secara efektif tidak hanya dibutuhkan untuk
kelangsungan hidup organisasi tetapi juga sebagai tantangan pengembangan.
Pembaruan organisasi adalah perpindahan ke arah yang lebih
baik untuk mempertahankan keberadaan organisasi terhadap tuntutan perubahan
zaman. Kebutuhan akan pembaruan dipengaruhi dua faktor, eksternal forces
(kekuatan eksternal) dan internal forces (kekuatan internal). Kekuatan
eksternal berasal dari luar organisasi. Adapun kekuatan internal merupakan
hasil dari faktor-faktor seperti tujuan, strategi, kebijaksanaan manajerial dan
teknologi baru, serta sikap dan perilaku para karyawan. Kekuatan eksternal dan
internal penyebab pembaruan adalah sering saling berhubungan. Hubungan ini
terutama merupakan hasil-hasil perubahan dalam nilai dan sikap yang kemudian
memengaruhi orang dalam sistem. Orang-orang dengan berbagai sikap baru memasuki
organisasi dan menyebabkan perubahan dari dalam.
9.
Pengawasan (controlling)
Pengawasan sebagai unsur manajemen yang keempat adalah
proses yang menjamin bahwa semua kegiatan yang dilakukan oleh organisasi
dituntun ke arah pencapaian sasaran atau target yang direncanakan. Inti dari
proses ini adalah untuk menentukan apakah suatu kegiatan mencapai hasil-hasil
yang dikehendaki atau tidak. Dengan kata lain, pengawasan merupakan usaha
menghindarkan dan memperkecil penyimpangan- penyimpangan dari sasaran-sasaran
atau target yang dikehendaki. Inti sistem pengawasan ada empat pokok yaitu:
a.
Susunan/target,
rencana kebijaksanaan norma/standar, kriteria/ukuran yang telah dilakukan
sebelumnya.
b.
Cara
menyusun kegiatan, misalnya cara mencari tingkat perkembangan/ kemampuan atau
pengarahan gerak ke sasaran.
c.
Cara
membandingkan kegiatan dengan kriteria. Misalnya, mencari apakah pekerjaan kita
sebanding dengan hasil-hasil yang diinginkan.
d.
Mekanisme
tindakan korektif. Misalnya bagaimana cara mengoreksi
penyimpangan-penyimpangan.
Adapun
kegiatan yang setidaknya perlu dilakukan dalam fungsi pengawasan ini adalah:
a.
Mengevaluasi
pekerjaan dibandingkan dengan rencana.
b.
Melaporkan
penyimpangan-penyimpangan dalam waktu untuk tindakan koreksi dan mengajukan
cara tindakan koreksi dengan membuat standar-standar dan sasaran-sasaran.
Secara umum pengawasan dikaitkan dengan upaya untuk
mengendalikan, membina dan pelurusan sebagai upaya pengendalian mutu dalam arti
luas. Melalui pengawasan roda organisasi, implementasi rencana, kebijakan dan
upaya pengendalian mutu dapat dilaksanakan dengan lebih baik.
10.
Evaluasi (Evaluating)
Pengevaluasian merupakan fungsi lanjutan dari pengawasan.
Evaluasi berupaya untuk mengoreksi kesalahan ataupun kekurangan yang didapat
dari hasil pengawasan. Setelah diketahui kekurangan- kekurangannya maka dipikirkan
garis umpan balik (feedback line) kemudian diperbaiki untuk kegiatan atau
program organisasi selanjutnya. Evaluasi memiliki teknik khusus. Yang intinya
menemukan kekurangan- kekurangan suatu program setelah berakhir untuk dicarikan
solusi perbaikannya yang dapat digunakan referensi program organisasi yang
hendak dilakukan pada masa yang akan datang.
D.
Kewirausahaan dalam Pendidikan
Ruang lingkup atau substansi manajemen pendidikan
digolongkan atas dua bagian besar, yaitu substansi manajemen pendidikan inti
dan substansi manajemen pendidikan ekstensi. Substansi manajemen pendidikan
inti tidak berbeda dengan substansi manajemen pendidikan yang telah dikemukakan
oleh para pakar yaitu antara lain:
1.
Manajemen
kurikulum dan pembelajaran
2.
Manajemen
kelas
3.
Manajemen
kesiswaan/ peserta didik
4.
Manajemen
sumber daya manusia (SDM)
5.
Manajemen
sarana dan prasarana
6.
Manajemen
keuangan/pembiayaan
7.
Manajemen
partisipasi masyarakat.
Sedangkan substansi manajemen pendidikan ekstensi adalah
substansi manajemen pendidikan yang diperluas, yaitu bidang-bidang garapan di
dunia pendidikan yang harus dikelola juga karena mempunyai dampak yang besar
terhadap substansi manajemen pendidikan inti. Ruang lingkup kedua ini meliputi:
1.
Manajemen
waktu
2.
Manajemen
konflik
3.
Manajemen
perubahan
4.
Manajemen
budaya sekolah
5.
Manajemen
komunikasi dan dinamika kelompok
6.
Manajemen
sistem informasi manajemen (SIM)
7.
Manajemen
kewirausahaan
8.
Manajemen
ketatausahaan
Semua unsur manajemen pendidikan yang telah diinventarisasi
di atas sekaligus merupakan ruang lingkup kegiatan manajerial pendidikan yang
harus dilakukan oleh kepala pendidikan. Masing-masing kegiatan harus
dioperasikan secara terintegrasi dengan mengacu pada pencapaian efektivitas dan
efisiensi pengelolaan sistem pendidikan. Dalam merealisasikan kegiatan itu
semua seorang pemimpin pendidikan juga perlu memperhatikan jiwa kewirausahaan
dalam kepemimpinannya. Hal ini disebabkan adanya hubungan yang positif antara
jiwa kewirausahaan dalam kepemimpinannya. Hal ini disebabkan adanya hubungan
yang positif antara jiwa kewirausahaan dengan problematika pendidikan di
Indonesia terutama dalam hal pembiayaan atau keuangan. Setidaknya kewirausahaan
dapat meningkatkan kemandirian, kreatifitas, inovasi, serta efisiensi demi
tercapainya tujuan pendidikan.
E. Manajemen Kewirausahaan dalam Pendidikan
E. Manajemen Kewirausahaan dalam Pendidikan
Berwirausaha di dunia pendidikan berarti memadukan
kepribadian, peluang, keuangan dan sumber yang ada di lingkungan sekitar guna
mengambil keuntungan yang dapat digunakan untuk mensukseskan tujuan pendidikan.
Kepribadian ini mencakup pengetahuan, ketrampilan, sikap dan perilaku. Jiwa
wirausaha bagi personil pendidikan seperti kepala atau manajer, staf ahli,
guru, karyawan dan pekerja lainnya dengan menjalankan usaha dengan menggunakan
modal dan tenaga pengembangan jiwa wirausaha ini mengandung resiko. Resiko itu
bisa datangnya dari sistem yang tidak mendukung, dan juga datangnya dari
lingkungan yang tidak familiar dengan jiwa wirausaha diterapkan. Namun pemimpin
pendidikan yang tidak mempunyai jiwa wirausaha akan lebih beresiko lagi. Sebab
ia akan bekerja atas dasar petunjuk dengan perintah. Jika tidak ada petunjuk
dan perintah meskipun hal itu signifikan meningkatkan mutu pemimpin tersebut
tidak mau mengambil resiko bagi dirinya. Ia akan membiarkan peluang itu berlaku
begitu saja dari waktu ke waktu.
Dengan demikian kepemimpinan wirausaha kepala pendidikan
harus berani dan siap menanggung resiko. Salah satu rendahnya mutu pendidikan
adalah rendahnya jiwa wirausaha kepala pendidikannya, berbagai penelitian
mengungkapkan bahwa kepala pendidikan belum responsif terhadap tuntutan
dinamika perubahan yang terjadi, banyak aktivitas pendidikan berlangsung by the
way bukan by design dengan ciri perencanaan yang memprihatinkan.
Rendahnya jiwa wirausaha kepemimpinan kepala pendidikan ada
indikasi bahwa kepala pendidikan tidak memiliki sense of responsibility sebab
kegagalan suatu program dianggap bukan tanggung jawabnya. Kegagalan program ditampakkan
pada proses pengelolaan yang bersifat rutinitas belaka.
J. Winardi menjelaskan fungsi entrepreneur adalah mengubah
atau merevolusionerkan pola produksi dengan jalan memanfaatkan sebuah penemuan
baru (invention). Secara lebih umum adalah sebuah kemungkinan teknologikal
untuk memproduksi sebuah komoditas. Atau bisa dikatakan memproduksi komoditas
lama dengan cara baru dan membuka sumber suplay bahan-bahan baru. Atau mencari
cara penyaluran sumber suplay tersebut dengan yang baru dan mereorganisasi
sebuah industri baru.
Adapun Steven C. Brandt mengungkapkan bahwa sejatinya
terdapat 10 langkah praktis dalam berwirausaha. Dalam bukunya ia menekankan
pentingnya tahapan yang paling operasional termasuk di dalamnya terkait modal,
karyawan, ide dan situasi pasar yang melingkupi. Selain itu kepala pendidikan
lemah dalam hal aspek metodologi yaitu dalam menganalisis, merancang, mengambil
keputusan terhadap alokasi sumber-sumber yang tersedia, penyusunan pedoman,
perincian program, dan program evaluasi, kepala pendidikan hanya menekankan
aspek prosedural teknis. Dilihat dari proses, maka dapat didefinisikan
kepemimpinan kepala pendidikan yang berjiwa wirausaha diartikan sebagai proses
wirausaha mentransformasi, mengorganisir dan mensinergikan sumber-sumber usaha
untuk mendirikan usaha/program-program baru memajukan sekolah dalam hal
kualitas. Agar kepala pendidikan dapat meraih sukses yang memadai dalam
mendirikan dan mengembangkan usaha pelayanan belajar atau program baru.
Sehingga dapat diperoleh mutu yang ditargetkan, dan memberi kepuasan bagi para
siswa, orang tua siswa, dan juga masyarakat luas perlu ada kriteria
kepemimpinan berjiwa wirausaha. Karakteristik itu antara lain:
1.
Pemimpin
yang kreatif dan inovatif
2.
Pemimpin
yang mampu mengeksplorasikan peluang
3.
Internal
focus control
4.
Pengambil
resiko
5.
Pekerja
keras
6.
Percaya
diri
7.
Kepemimpinan
Jika dikaitkan dengan kegiatan pendidikan, maka kepala harus
mampu menafsirkan berbagai kebijakan dari pemerintah sebagai kebijakan umum.
Sedangkan operasionalisasi kebijakan tersebut untuk mencapai hasil yang
maksimal perlu ditunjang oleh kiat-kiat kewirausahaan. Misalnya jika bantuan
dari pemerintah terbatas sedangkan kegiatan yang harus dilakukan cukup banyak
oleh karena itu kepala harus mampu mencari peluang untuk mendayagunakan
berbagai potensi masyarakat dan lingkungan sekitar. Terdapat beberapa tahap
yang sebaiknya diterapkan dalam mengembangkan kewirausahaan di dunia pendidikan
agar berhasil dengan baik, yaitu:
1.
Mengidentifikasikan
tujuan yang akan diucapkan
2.
Menyiapkan
atas resiko yang akan diterima baik tenaga, uang maupun waktu.
3.
Meyakinkan
akan kemampuan membuat rencana, mengorganisasi, mengkoordinasi dan melaksanakan
program
4.
Komitmen
terhadap kerja keras sepanjang waktu, dan merasa penting akan keberhasilan
usaha.
5.
Merasa
kreatif dan yakin dapat mengembangkan hubungan baik dengan pelanggan, tenaga
kependidikan, orang tua, masyarakat, lembaga sosial, pemerintah dan dunia usaha
yang berpengaruh terhadap kegiatan pendidikan.
6.
Menerima
keuntungan dan penuh tanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalannya.
Dalam mempraktekkan manajemen kewirausahaan ini perlu adanya
etos kerja yang kuat. Seorang wirausaha perlu bekerja penuh kegigihan, kerja
keras, dan kerja cerdas. Al-Qur'an menanggapi masalah ini dalam surah al- An’am
ayat 135:
Katakanlah: "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh
kemampuanmu, Sesungguhnya akupun berbuat (pula). kelak kamu akan mengetahui,
siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia ini.
Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapatkan keberuntungan.
(Qs. Al-An’am: 135)
Ayat ini mengandung indikasi tentang keharusan bekerja keras
dalam meraih kesuksesan hidup di dunia. Artinya mendorong umat muslim secara
khusus dan umat manusia secara umum untuk memiliki etos kerja yang tinggi. Dari
keterangan ini maka tidak diragukan lagi bahwa setiap umat muslim baik secara
personal ataupun kolektif agar dapat bekerja keras dalam meraih apapun yang
menjadi tujuan utamanya. Tak terkecuali yang berada dalam lingkup
keorganisasian yaitu pada lembaga pendidikan Islam.
Apabila setiap lembaga pendidikan Islam mampu mempraktikkan
manajemen kewirausahaan maka ia akan mampu mengokohkan fungsinya untuk Tafaqquh
fiddin, yaitu melestarikan dan menjaga ajaran agama Islam seutuhnya. Pesantren
menurut fungsinya ini harus berani mengimplementasikan konsep kewirausahaan
dalam menunjang kelangsungan lembaga sehingga secara terus menerus bisa
menjalankan program pendidikan di bidang agama Islam. Konsep manajemen
kewirausahaan ini pada dasarnya tidak hanya terkait masalah pengelolaan
keuangan akan tetapi juga berhubungan dengan kurikulum dan materi
kewirausahaan. Dengan demikian pesantren akan menghasilkan mutu pendidikan yang
lebih baik yang mampu melahirkan calon ahli di bidang agama Islam dan tidak
pernah terkendala masalah keuangan anggaran program. Hal ini sesuai dengan
Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 122 yaitu:
Ø Tidak sepatutnya bagi mukminin itu
pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan
di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang
agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS. At-Taubah:122)
Berdasarkan uraian di atas jika ingin sukses mengembangkan
program kewirausahaan di dunia pendidikan maka kepala pendidikan, tenaga
kependidikan baik guru maupun non guru dan peserta didik harus dibiasakan
berpikir wirausaha. Oleh karena itu stakeholder pendidikan harus dibimbing
untuk memahami dan mengembangkan sikap kewirausahaan sesuai dengan tugas
masing-masing. Demikian penjelasan tentang manajemen kewirausahaan dalam
pendidikan ini.
BAB III
Penutup
Penutup
A. Kesimpulan
Kepala sekolah atau pemimpin pendidikan agar bisa mendirikan
dan mengembangkan potensi ekonomis yang
dimilikinya. Tujuannya agar lembaga bisa mandiri secara keuangan dan tidak saja
mengandalkan kucuran dana dari pemerintah dan wali murid. Ataupun lembaga
sosial yang lain.
Sebagai produsen ilmu pengetahuan dan yang sekaligus
pencetak ilmuwan, perguruan tinggi disarankan agar lebih mengintensifkan
perhatiannya pada ilmu manajemen kewirausahaan dalam pendidikan. Karena hal ini
menjadi prasyarat tumbuh dan berkembangnya suatu ilmu baik secara teoritik dan
praktik. Begitu juga dengan para pakar pendidikan. Mereka yang bertindak selaku
penjaga ilmu pengetahuan pun memiliki andil yang sama besar dengan perguruan
tinggi untuk melestarikan ilmu dan kebudayaan.
Terakhir yang menerima rekomendasi adalah pemerintah.
Pemerintah mendapatkan saran agar lebih produktif lagi dalam menerbitkan
kebijakan terkait dukungan berlangsungnya kewirausahaan dalam pendidikan. bias
dilakukan misalnya dengan cara menyuntikkan modal agar lembaga pendidikan mampu
mengembangkan kewirausahaannya. Selain itu juga perlu dibarengi dukungan berupa
moril, tidak saja berwujud materiil. Sehingga pada gilirannya lembaga
pendidikan di Indonesia baik formal maupun nonformal bisa meringankan tugas pemerintah
dalam mencerdaskan anak bangsa dengan totalitas kemandirian secara keuangan.
Hal ini nantinya juga akan mengurangi beban penduduk miskin dalam memperoleh
hak pendidikannya secara penuh dan utuh. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Magdalene
Lumbantoruan, B. Soewartoyo, Ensiklopedi Ekonomi, Bisnis, dan Manajemen, jilid
1, (Jakarta: Delta Pamungkas, 1997), hlm. 370.
T.
Hani Handoko, Manajemen edisi 2, (Yogyakarta: BPFE, 2003), hlm. 23.
Komarudin,
Ensiklopedia Manajemen (Jakarta: Bumi Aksara, 1994) hlm. 290.
Malayu
S.P. Hasibuan, Organisasi dan Motivasi, Dasar Peningkatan Produktivitas,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hlm. 92
Ek.
Mochtar, Manajemen,Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam, (Jakarta: Bharata
Karya Aksara, 1996), hlm. 105.
David
Clutterbuck, The Power of Empowerment (Terj.), (Jakarta: Gramedia, 2003), hlm.
4.
Karwanto
Abdullah, Bahan Kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan Mahasiswa Program Studi
Kependidikan Islam (KI) Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang Tahun Akademik
2008/2009
J.
Winardi, Entrepreneur dan Entrepreneurship, (Bogor: Kencana, 2003), hlm. 3.
Steven
C. Brandt, Entrepreneurship, 10 Tahapan Menjadi Wiraswastawan Tangguh,
(Semarang: Dahara Prize, 1995), hlm. 4
E.
Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2006), hlm. 8.
Departemen
Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, (Bandung: CV Penerbit Jumanatul Ali art
(J-ART), 2005), hlm. 153
KATA
PENGANTAR
Dengan menyebut nama
Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Saya panjatkan puja dan puji
syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah Kewirausahaan
Pendidkan
Makalah ini telah saya
susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga
dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.
Terlepas dari semua
itu, Saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhir kata saya
berharap semoga Makalah Kewirausahaan Pendidkan ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.
....................., Mei
201
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 1
BAB II MANAJEMEN
KEWIRAUSAHAAN DALAM PENDIDIKAN ................ 4
A. Prinsip-Prinsip
Manajemen Kewirausahaan
............................................................ 4
B. Fungsi-Fungsi
Manajemen Kewirausahaan
............................................................ 6
C.
Kewirausahaan dalam Pendidikan ......................................................................... 13
D. Manajemen
Kewirausahaan dalam Pendidikan
...................................................... 14
BAB III Penutup .............................................................................................................. 18
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 18
DAFTAR
PUSTAKA ...................................................................................................... 19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar