Pemberontakan
APRA, Andi Azis dan RMS
Sejarah Indonesia. Pemberontakan APRA,
Andi Azis dan RMS. Perlu diketahui bahwa pada waktu RI kembali menjadi negara kesatuan, ternyata ada
kelompok-kelompok yang tidak puas dan ingin memisahkan diri. Keinginan untuk
memisahkan diri ini semakin kuat setelah melihat bahwa Pemerintah RI dalam
keadaan kurang stabil. Seperti telah dibahas pada artikel Pergantian Kabinet masa Demokrasi Liberal, bahwa pada waktu itu
pemerintah RI kurang stabil karena adanya pertentangan dari partai-partai
politik.
Timbullah pergolakan dan pemberontakan dari
kelompok-kelompok yang tidak puas itu di berbagai daerah. Pergolakan dan
pemberontakan itu ada yang didalangi oleh kolonialis Belanda yang dibantu oleh
orang-orang Indonesia yang menjadi kaki tangannya. Tetapi ada juga yang memang digerakkan
oleh gerombolan tertentu, orang-orang Indonesia.
Gerombolan ini umumnya digerakkan oleh
kelompok DI/TII atau kelompok lain yang merasa tidak puas. Hal ini jelas
merupakan gangguan keamanan di dalam negeri. Sehingga bangsa Indonesia harus
berjuang untuk mengatasi gangguan keamanan tersebut.
Beberapa
pergolakan yang didalangi oleh kolonial Belanda antara lain:
1.
Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) Tahun 1950
APRA
dipimpin oleh Westerling, seorang kapten Belanda. Pada tanggal 11 Desember 1946
pernah mengadakan pembunuhan besar-besaran di Sulawesi Selatan. Kemudian 23
Januari 1950 melancarkan aksi pembunuhan di Bandung. Tetapi, gerakan ini dapat
segera diatasi oleh Pemerintah RIS. Westerling melarikan diri ke luar negeri.
2.
Pemberontakan Andi Azis (1950)
Pemberontakan
ini berlangsung di Ujungpandang pada tanggal 5 April 1950. Tujuannya ingin
mempertahankan negara Indonesia Timur. Andi Azis dibantu oleh Sultan Hamid II
dan Belanda. Tetapi dalam waktu singkat dapat ditumpas oleh Tentara Indonesia
dibawah pimpinan Kolonel Alex Kawilarang. Andi Azis tertangkap dan diadili di
Yogyakarta. Setelah diusut ternyata didalangi oleh Dr. Soumokil.
3.
Gerombolan RMS (1950)
Dr.
Soumokil, seorang bekas Jaksa Agung negara Indonesia Timur. Setelah gagal
mendalangi pemberontakan Andi Azis, ia pergi ke Ambon. Kemudian tanggal 25
April 1950 membentuk Republik Maluku Selatan (RMS).
Mula-mula pemerintah ingin menyelesaikan
masalah ini secara damai, tetapi ditolak. Maka dikirimkanlah pasukan untuk
menumpas gerakan gerombolan tersebut. Setelah sekitar 6 bulan, seluruh Maluku
Tengah dapat direbut.
TNI terus maju, akhirnya para anggota RMS
melarikan diri ke hutan dan gunung, termasuk Soumokil sendiri. Tetapi, dalam
usaha penumpasan ini, pihak TNI terpaksa kehilangan pahlawan terkenal yakni
Letnal Kolonel Slamet Riyadi yang gugur sebagai kusuma bangsa.
Tahun 1963 dibulan Desember Soumokil
tertangkap. Diajukan ke Mahkamah Militer dan dijatuhi hukuman mati.
Latar
Belakang Pemberontakan PRRI/PERMESTA
Awal Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner
Republik Indonesia (PRRI), dan PERMESTA sebenarnya sudah muncul pada saat
menjelang pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) pada tahun 1949 dan pada
saat bersamaan Divisi Banteng diciutkan sehingga menjadi kecil dan hanya
menyisakan satu brigade. Brigade ini pun akhirnya diperkecil lagi menjadi
Resimen Infanteri 4 TT I BB. Hal ini memunculkan perasaan kecewa dan terhina
pada para perwira dan prajurit Divisi IX Banteng yang telah berjuang
mempertaruhkan jiwa dan raganya bagi kemerdekaan Indonesia. Pada saat itu juga,
terjadi ketidakpuasan dari beberapa daerah yang berada di wilayah Sumatra dan
Sulawesi terhadap alokasi biaya pembangunan yang diberikan oleh pemerintah
pusat. Kondisi ini diperparah dengan tingkat kesejahteraan prajurit dan masyarakat
yang sangat rendah.
Ketidakpuasan tersebut akhirnya memicu
terbentuknya dewan militer daerah yaitu Dewan Banteng yang berada di daerah
Sumatera Barat pada tanggal 20 Desember 1956. Dewan ini diprakarsai oleh
Kolonel Ismail Lengah (mantan Panglima Divisi IX Banteng) bersama dengan
ratusan perwira aktif dan para pensiunan yang berasal dari Komando Divisi IX
Banteng yang telah dibubarkan tersebut. Letnan Kolonel Ahmad Husein yang saat
itu menjabat sebagai Komandan Resimen Infanteri 4 TT I BB diangkat menjadi
ketua Dewan Banteng. Kegiatan ini diketahui oleh KASAD dan karena Dewan Banteng
ini bertendensi politik, maka KASAD melarang perwira‑perwira AD untuk ikut
dalam dewan tersebut. Akibat larangan tersebut, Dewan Banteng justru memberikan
tanggapan dengan mengambil alih pemerintahan Sumatera Tengah dari Gubernur
Ruslan Muloharjo, dengan alasan Ruslan Muloharjo tidak mampu melaksanakan
pembangunan secara maksimal.
Selain Dewan Banteng yang bertempat di daerah
Sumatra Barat, di Medan terdapat juga Dewan Gajah yang dipimpin oleh Kolonel
Maludin Simbolon, Panglima Tentara dan Teritorium I, pada tanggal 22 Desember
1956. Dan juga di Sumatra Selatan terbentuknya Dewan Garuda yang dipimpin oleh
Letkol Barlian.
Selain itu pemberontakan ini juga disebabkan
karena ada pengaruh dari PKI terhadap pemerintah pusat dan hal ini menimbulkan
terjadinya kekecewaan pada daerah tertentu. Keadaan tersebut diperparah dengan
pelanggaran konstitusi yang dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berada di dalam
pemerintah pusat, tidak terkecuali Presiden Soekarno.
Selanjutnya, PRRI membentuk Dewan Perjuangan
dan tidak mengakui kabinet Djuanda. Dewan Perjuangan PRRI akhirnya membentuk
Kabinet baru yang disebut Kabinet Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia
(Kabinet PRRI). Pembentukan kabinet ini terjadi pada saat Presiden Soekarno
sedang melakukan kunjungan kenegaraan di Tokyo, Jepang. Pada tanggal 10
Februari 1958, Dewan Perjuangan PRRI melalui RRI Padang mengeluarkan pernyataan
berupa “Piagam Jakarta” yang berisi sejumlah tuntutan yang ditujukan kepada
Presiden Soekarno supaya “bersedia kembali kepada kedudukan yang
konstitusional, menghapus segala akibat dan tindakan yang melanggar UUD 1945
serta membuktikan kesediaannya itu dengan kata dan perbuatan…”. Tuntutan
tersebut antara lain :
- Mendesak kabinet Djuanda supaya mengundurkan diri dan mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno.
- Mendesak pejabat presiden, Mr. Sartono untuk membentuk kabinet baru yang disebut Zaken Kabinet Nasional yang bebas dari pengaruh PKI (komunis).
- Mendesak kabinet baru tersebut diberi mandat sepenuhnya untuk bekerja hingga pemilihan umum yang akan datang.
- Mendesak Presiden Soekarno membatasi kekuasaannya dan mematuhi konstitusi.
- Jika tuntutan tersebut di atas tidak dipenuhi dalam waktu 5×24 jam maka Dewan Perjuangan akan mengambil kebijakan sendiri.
Setelah
tuntutannya di tolak, PRRI membentuk sebuah Pemerintahan dengan anggota
kabinetnya. Pada saat pembangunan Pemerintahan tersebut di mulai, PRRI
memperoleh dukungan dari PERMESTA dan rakyat setempat.
Pada tanggal 2 Maret 1957, di Makasar yang berada di wilayah timur Negara Indonesia terjadi sebuah acara proklamasi Piagam Perjuangan Republik Indonesia (PERMESTA) yang diproklamasikan oleh Panglima TT VII, Letkol Ventje Sumual. Pada hari berikutnya, PERMESTA mendukung kelompok PRRI dan pada akhirnya kedua kelompok itu bersatu sehingga gerakan kedua kelompok itu disebut PRRI/PERMESTA. Tokoh-tokoh PERMESTA terdiri dari beberapa pasukan militer yang diantaranya adalah Letnan Kolonel D.J Samba, Letnan Kolonel Vantje Sumual, Letnan Kolonel saleh Lahade, Mayor Runturambi, dan Mayor Gerungan.
2. Tujuan Dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA
Tujuan dari pemberontakan PRRI ini adalah
untuk mendorong pemerintah supaya memperhatikan pembangunan negeri secara
menyeluruh, sebab pada saat itu pemerintah hanya fokus pada pembangunan yang
berada di daerah Pulau jawa. PRRI memberikan usulan atas ketidakseimbangan
pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah pusat.
Meskipun alasan yang dilakukan oleh PRRI ini
benar, namun cara yang digunakan untuk mengoreksi pemerintah pusat itu salah.
PRRI menuntut kepada pemerintah pusat dengan nada paksaan, sehingga pemerintah
menganggap bahwa tuntutannya itu bersifat memberontak. Hal tersebut menimbulkan
kesan bagi pemerintah pusat bahwa PRRI adalah suatu bentuk pemberontakan. Akan
tetapi, jika PRRI itu dikatakan sebagai pemberontak, hal ini merupakan anggapan
yang tidak tepat sebab sebenarnya PRRI ingin membenahi dan memperbaiki sistem
pembangunan yang dilakukan pemerintah pusat, bukan untuk menjatuhkan
pemerintahan Republik Indonesia.
Karena ketidakpuasan PRRI terhadap keputusan
pemerintah pusat, akhirnya PRRI membentuk dewan-dewan daerah yang terdiri dari
Dewan Banteng, Dewan Gajah, dan Dewan Garuda. Pada tanggal 15 Februari 1958,
Achmad Husein memproklamasikan bahwa berdirinya Pemerintahan Revolusioner
Republik Indonesia dengan Syarifudin Prawiranegara sebagai perdana menterinya.
Proklamasi PRRI tersebut mendapat sambutan hangat dari masyarakat Indonesia
bagian Timur. Tidak lama setelah proklamasi PRRI dilakukan, pasukan gerakan
PERMESTA memutuskan untuk bergabung ke dalam kelompok PRRI. Dalam rapat raksasa
yang diselenggarakan di beberapa daerah, Kolonel D.J Somba menyatakan bahwa
pada tanggal 17 Februari 1958, Komando Daerah Sulawesi Utara dan Sulawesi
tengah menyatakan putus hubungan dengan pemerintahan pusat dan mendukung PRRI.
3. Usaha Pemerintah Untuk Menumpas Pemberontakan PRRI/PERMESTA
Terjadinya pemberontakan PRRI/PERMESTA ini
mendorong pemerintahan RI untuk mendesak Kabinet Djuanda dan Nasution aupaya
menindak tegas pemberontakan yang dilakukan oleh organisasi PRRI/PERMESTA
tersebut. Kabinet Nasution dan para mayoritas pimpinan PNI dan PKI menghendaki
supaua pemberontakan tersebut untuk segera di usnahkan dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Sementara itu, untuk pimpinan Masyumi dan PSI yang berada
di Jakarta sedang mendesak adanya perundingan dan penyelesaian secara damai.
Namun pada akhirnya, pemerintah RI memilih untuk menindak para pemberontak itu
dengan tegas. Pada akhir bulan Februari, Angkatan Udara Republik Indonesia
memulai pengeboman instansi-instansi penting yang berada di kota Padang, Bukit
Tinggi, dan Manado.
Pada awal bulan Maret, pasukan dari Divisi
Diponogoro dan Siliwangi yang berada di bawah pimpinan Kolonel Achmad Yani
didaratkan di daratan Pulau Sumatera. Sebelum pendaratan itu dilakukan,
Nasution telah mengiriman Pasukan Resmi Para Komando Angkatan Darat di
ladang-ladang minyak yang berada di kepulauan Sumatera dan Riau. Pada tanggal
14 Maret 1958, daerah Pecan Baru berhasil dikuasai, dan Operasi Militer
kemudian dikerahkan ke pusat pertahanan PRRI. Pada tanggal 4 Mei 1958 Bukit
tinggi berhasil dikuasai dan selanjutnya Pasukan Tentara Nasional Indonesia
(TNI) membereskan daerah-daerah bekas pemberontakan PRRI. Pada penyerangan
tersebut, banyak pasukan PRRI yang melarikan diri ke area perhutanan yang
berada di daerah tersebut.
Untuk melancarkan penumpasan terhadap
Pemberontakan tersebut, pemerintah membentuk sebuah pasukan Operasi Militer
yang operasinya disebut Operasi Merdeka pada bulan April 1958 dan operasi
tersebut di pimpin oleh Letkol Rukminto Hendradiningrat. Organisasi PERMESTA
diduga mendapatkan bantuan dari tentara asing, dan bukti dari bantuan tersebut
adalah jatuhnya pesawat yang dikemudikan oleh A.L Pope (Seorang Warga negara
Amerika) yang tertembak jatuh di Ambon pada tanggal 18 Mei 1958. Pada tanggal
29 Mei 1961, Achmad Husein menyerahkan diri, dan pada pertengahan tahun 1961,
para tokoh-tokoh yang bergabung dalam gerakan PERMESTA juga menyerahkan diri.
4. Dampak Dari Pemberontakan PRRI/PERMESTA
Pemberontakan yang dilakukan oleh gerakan
PRRI/PERMESTA ini membawa dampak besar terhadap hubungan dan politik luar
negeri Indonesia. Dukungan dari negara Amerika Serikat terhadap pemberontakan
tersebut membuat hubungan antara Indonesia dengan Amerika menjadi tidak
harmonis. Apalagi dukungan dari Amerika Serikat terhadap PRRI/PERMESTA terbukti
benar dengan jatuhnya pesawat pengebom B-26 yang dikemudikan oleh seorang pilot
bernama Allen Pope pada tanggal 18 Mei 1958 di lokasi yang tidak jauh dari kota
Ambon. Presiden RI, Ir. Soekarno beserta para pemimpin sipil, dan militernya
memiliki perasaan curiga terhadap negara Amerika Serikat dan Negara lainnya.
Malaysia yang baru merdeka pada tahun 1957 ternyata juga mendukung gerakan PRRI
dengan menjadikan wilayahnya sebagai saluran utama pemasok senjata bagi pasukan
PRRI. Begitu pula dengan Filipina, Singapura, Korea Selatan (Korsel), dan
Taiwan juga mendukung gerakan pemberontakan yang dilakukan oleh PRRI.
Akibat dari pemberontakan ini, pemerintah
pusat akhirnya membentuk sebuah pasukan untuk menumpas pemberontakan yang
dilakukan oleh PRRI. Hal ini mengakibatkan pertumpahan darah dan jatuhnya
korban jiwa baik dari TNI maupun PRRI. Selain itu, pembangunan menjadi terbengakalai
dan juga menimbulkan rasa trauma di masyarakat Sumatera terutama daerah Padang.
5. Tokoh-Tokoh PRRI/PERMESTA
Inilah tokoh-tokoh yang ikut serta dalam
melangsungkan pemberontakan PRRI/PERMESTA, tokoh-tokoh tersebut di antaranya
adalah.
1. Letnan Kolonel Ahmad Husein
2. Pejabat-Pejabat Kabinet
PRRI, yakni: Mr. Syarifudin Prawiranegara yang menjabat sebagai Menteri
Keuangan. Mr. Assaat Dt. Mudo yang menjabat sebagai Menteri Dalam negeri.
Dahlan Djambek sempat memegang jabatan itu sebelum Mr. Assaat tiba di Padang.
Mauludin Simbolon sebagai Menteri Luar Negeri. Prof. Dr. Soemitro
Djojohadikoesoemo menjaba sebagai Menteri Perhubungan dan Pelayaran. Moh Syafei
menjabat sebagai Menteri PKK dan Kesehatan. J.F Warouw menjabat sebagai Menteri
Pembangunan. Saladin Sarumpet menjabat sebagai Menteri Pertanian dan
Pemburuhan. Muchtar Lintang menjabat sebagai Menteri Agama. Saleh Lahade
menjabat sebagai Menteri Penerangan. Ayah Gani Usman Menjabat Sebagai Menteri
Sosial. Dahlan Djambek menjabat sebagai Menteri Pos dan Telekomunikasi.
3. Mayor Eddy Gagola
4. Kolonel Alexander Evert
Kawilarang
5. Kolonel D.J Somba
6. Kapten Wim Najoan
7. Mayor Dolf Runturambi
8. Letkol Ventje Sumual
Tidak ada komentar:
Posting Komentar